41. Birthday Girl

13K 755 4
                                    

Rayya

Ada yang aneh saat aku tiba di panti. Aku tidak melihat seorang pun. Bahkan Oma Risma yang biasa berada di ruang tamu, kini tak kelihatan batang hidungnya. Tidak biasa-biasanya panti ini begitu sepi.

Aku meletakkan buah yang kubawa di atas meja di ruang tamu, lalu beranjak menuju kamar Mama. Aku menarik napas lega saat melihat Mama di sana.

"Pada ke mana, sih, Ma? Tumben sepi begini."

Mama gelagapan saat melihatku muncul di ambang pintu. Tindakan Mama membuatku semakin herat.

"Biasanya kamu datang lebih siang," timpal Mama, sama sekali tidak menjawab pertanyaanku.

Aku memasuki kamar Mama. "Aku bawa buah. Kita makan di ruang tamu aja, sambil nonton TV."

Mama membelalakkan mata, membuatku mengerutkan kening. Tidak ada yang aneh dengan ucapanku. Ruang tamu itu seharusnya diperuntukkan bagi tamu yang datang berkunjung, tapi lebih sering dipakai sebagai tempat bersantai. Letaknya tidak begitu jauh dari dapur, jadi mudah kalau harus mengambil makan atau minum. Aku biasa di sana, bersama Mama dan yang lainnya. Kadang menonton film, kadang hanya bercerita.

"Mama lagi enggak mau nonton."

Aku mendekat ke arah Mama. "Mama sakit?"

Meski tersenyum, tapi aku merasa senyum itu dipaksakan. Kekhawatiranku makin menjadi-jadi.

"Kita ke rumah sakit aja kalau Mama sakit."

"Mama baik-baik aja." Meski berkata begitu, aku tidak bisa percaya begitu saja. "Tolong ambilin handphone Mama."

Aku mencabut handphone yang sedang diisi daya dan memberikannya kepada Mama. Mama langsung sibuk dengan handphone, entah mengirim pesan kepada siapa.

Enggak biasa-biasanya Mama begini, tidak peduli meski aku berada di hadapannya.

"Mama chat siapa, sih? Gebetan baru?" tanyaku.

"Bercanda kamu," timpalnya tanpa mengalihkan tatapan dari handphone. "Mama lagi ngobrol sama Oma Risma."

"Kamar Oma Risma kan dekat. Kenapa harus chat segala? Lagian, Oma Risma masih bisa baca chat? Biasanya juga aku yang bacain semua pesan masuk," tukasku.

Mama hanya mengibaskan tangan, tidak peduli pada jawabanku. Aku meneliti Mama, berusaha mencari arti di balik sikapnya yang aneh. Namun, aku tidak menemukan jawaban apa-apa.

"Ya sudah. Aku mau ambil buah dulu."

Dengan refleks, Mama mencekal lenganku. Mama tampak panik, membuatku semakin kebingungan dengan semua keanehan ini.

"Kamu bantuin Mama cari baju, ya."

Aku melongo di depan Mama. Ajakan yang tidak masuk akal. Apalagi Mama segera menuju lemari dan mengeluarkan pakaiannya.

"Baju apa?" tanyaku.

"Baju Mama yang hitam. Harusnya sudah selesai dicuci, tapi enggak ketemu."

Lagi, aku hanya bisa melongo melihat Mama yang mengeluarkan semua isi lemari lalu meletakkannya di lantai.

"Mama nyadar, kan, kalau baju Mama hitam semua?"

Mama tidak menjawab pertanyaanku. "Kamu lipat baju ini, biar Mama yang cari."

Sadar akan tidak ada lagi yang bisa kulakukan untuk mengatasi keanehan ini, akhirnya aku bersila di lantai dan melipat pakaian itu. Mama duduk di depanku, ikut melipat baju. Entah baju apa yang dimaksud, aku curiga Mama sebenarnya enggak kehilangan baju.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang