31. One Fine Day

17K 1K 15
                                    

Rayya

"Wow." Hanya satu kata itu yang keluar dari mulutku.

Pagi ini, Harris terlihat berbeda. Singapura yang panas membuatnya tampil kasual. Harris memakai kemeja biru muda tipis dengan beberapa kancing terbuka. Bayangan gelap di dadanya mengintip dari balik kancing yang terbuka tersebut. Harris menyelipkan kacamata hitam di atas kancing kemejanya.

Dia semakin kasual dengan celana bermuda cokelat selutut, menampakkan kakinya yang berotot.

"You look... handsome." Aku merasakan pipiku memerah karena mendengar perkataanku sendiri. "Maksudku, belum pernah kamu sekasual ini."

Harris yang selama ini kukenal adalah Harris yang rapi, yang setiap pilihan pakaiannya membuatnya terlihat berwibawa.

Pagi ini, dia mencukur habis cambangnya. Aku sedikit kecewa saat melihatnya.

"But I miss your facial hair." Aku menangkup kedua sisi wajahnya. "Kamu pasti lebih ganteng kalau pakai cambang."

Harris menjawil hidungku. "Gerah, Yaya. Bikin gatal."

"Tapi aku suka dicium, geli-geli gimana gitu."

Harris membungkamku dengan ciumannya, membuatku berhenti bicara saat itu juga.

"Jadi kalau begini, kamu enggak suka dicium?"

Aku menyengir lebar. "Suka."

"Me too, Yaya." Harris kembali mendaratkan kecupan ringan di bibirku. "Kita berangkat sekarang?"

"Tadinya aku mau malas-malasan aja di kamar. Kapan lagi bisa santai, tapi aku penasaran sama ajakan kamu." Aku mengambil sling bag dan memakainya sebelum menyusul Harris yang menunggu di pintu.

Harris menggenggam tanganku saat keluar dari kamar. Selama bersamanya, aku pun terbiasa dengan kebiasaan ini. Aku menikmatinya. Perhatian kecil yang diberikannya lewat genggaman tangan menjadi sesuatu yang sangat berarti.

"Jadi, kita mau ke mana?" Tanyaku saat berada di dalam lift.

"Coney Island."

"Coney Island di New York?" Aku tergelak.

"Versi lokal." Harris tersenyum kepadaku.

Aku menyikut rusuknya. "Serius, Mas."

"Yaya, kapan aku enggak serius sama kamu?"

Ucapannya sukses membuatku tersipu. Aku hanya menunduk untuk menyembunyikan semu merah di wajah, tidak lagi mendesaknya untuk menjawab.

Sejujurnya, aku tidak peduli ke mana Harris membawaku. Karena bagiku, yang terpenting adalah menghabiskan waktu bersama. Kesibukan yang membuatnya sering bepergian membuatku jadi lebih menghargai waktu.

Setelah naik MRT yang disambung dengan bis, Harris membawaku ke bagian Singapura yang belum terjamah olehku. Selama ini aku hanya mengunjungi tempat-tempat mainstream.

"Jadi kita di mana?"

"Punggol. Di sini ada Coney Island. Namanya memang sama dengan Coney Island di New York. Kamu bisa naik sepeda, kan?" Tanya Harris yang kusambut dengan anggukan. "Capek sedikit enggak apa, ya."

"Kalau aku capek, tinggal minta gendong aja sama kamu," godaku.

Harris membawaku ke pelabuhan kecil. Ada banyak tempat makan di sana, tapi untungnya tidak begitu ramai. Dia terus membawaku jalan kaki lebih ke dalam dan menghampiri tempat penyewaan sepeda.

Setelah memilih sepeda yang tepat, aku mengikuti Harris memasuki area taman yang nyaris seperti hutan. Harris sudah membekali perjalanan ini dengan camilan ringan dan minuman, sehingga aku tidak perlu khawatir.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang