47. The Biggest Surprise

11.1K 832 35
                                    

Rayya

Harris mengangkat tubuhku begitu pintu di belakangnya tertutup. Aku tertawa geli saat merasakan tubuhku melayang sewaktu Harris melintasi ruang tamu dan menuju tangga yang membawa ke lantai dua, tempat kamarnya berada.

"Kenapa ketawa?" tanyanya, diikuti tepukan ringan di bokongku.

Tawaku semakin menjadi-jadi.

Semua panik yang kurasakan hilang begitu saja, berganti dengan antisipasi tinggi atas janji yang diberikan Harris. Perasaan ini kian bertambah karena keputusan yang dibuat Harris.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi begitu Marthin mengetahui kebenaran ini. Sampai hari itu tiba, kuputuskan untuk menikmati kebersamaan dengan Harris.

Harris merebahkanku di tempat tidur. Dia tidak segera beranjak. Dengan bertumpu di siku, Harris menindih tubuhku. Jaraknya teramat dekat denganku, aku bahkan bisa merasakan embusan napasnya yang menyentuh wajahku.

Tanganku terulur menyentuh wajahnya. Jariku menyisiri kerutan di sudut matanya yang muncul setiap kali dia tersenyum. Aku beranjak menuju garis rahangnya yang tegas dan kali ini mulai ditumbuhi bayangan gelap saat cambangnya mulai tumbuh.

Saat jariku menyentuh bibirnya, rasanya begitu nikmat. Seolah saat ini bibir itu tengah menciumku. Aku yakin, begitu Harris menciumku, aku akan melayang ke langit ke tujuh. Hanya Harris yang bisa membuatku mencapai puncak kenikmatan hanya dengan ciuman.

"Mas, cium aku," pintaku.

Alih-alih mencium bibirku, Harris malah melarikan bibirnya ke keningku. Aku memejamkan mata, merasakan bibirnya menciumi wajahku. Rasanya begitu intim, membuatku tidak ingin beranjak barang sedikit pun dari bawah kuasanya.

"My Rayya," bisiknya, sebelum bibirnya menciumku.

Aku membalas ciuman itu dengan segenap perasaan. Kedua tanganku melingkar di balik lehernya, membuat Harris semakin menekankan bibirnya. Lidahnya membelitku, membuaiku hingga hasrat mulai terpanggil.

Tanpa melepaskan ciuman, Harris membuka pakaianku. Kali ini dia memperlakukanku dengan lembut. Tidak terburu-buru seperti biasanya. Harris membuka kancing kemejaku satu per satu, lalu melepaskannya. Aku mengangkat tubuh agar Harris bisa melepaskan pakaian itu, lalu disusul oleh bra hitam yang kupakai.

Ciumannya turun ke leher hingga ke pundakku. Aku menunggu dengan jantung berdebar kencang. Ketika bibirnya menyentuh putingku, aku terkesiap.

Bersama Harris, rasanya seperti kali pertama.

Aku merasakan kewanitaanku mulai basah, menghadirkan rasa tidak nyaman.

"Mas, aku mau kamu. Please," bujukku. Hanya Harris yang bisa melepaskanku dari rasa tidak nyaman itu.

Bibirnya meninggalkan payudaraku, lalu beranjak ke perutku sementara Harris melepaskan celanaku. Hanya di hadapan Harris, aku tidak peduli pada kekurangan di tubuhku. Karena binar yang memancar di matanya membuatku merasa sangat cantik, sangat diinginkan.

"Mas..." jeritku, saat bibirnya mencumbu kewanitaanku. Aku terpaksa mencengkeram bantal erat-erat untuk meningkahi sensasi yang diberikannya.

Tubuhku bergetar saat menghadapi serangan yang diberikan Harris. Lenguhan tak berkesudahan keluar dari mulutku, setiap kali lidahnya menusukku. Bakal cambangnya terasa menggores, memberikan sensasi lebih.

Aku meronta, begitu mendamba kehadirannya.

"Mas... aku..."

"Belum saatnya, Sayang." Harris memberikan ciuman dalam di liang senggamaku sebelum mengangkat tubuhnya.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang