Harris
"Harris, sini. Kamu temenin Oma."
Aku terpaksa melepaskan Rayya. "Maaf, Sayang. Oma Risma membutuhkanku."
Rayya terkekeh. "Oma, ingat ya. Mas Harris pacarku."
Ada rasa bangga di hatiku saat mendengar pernyataan Rayya. Percintaan kemarin membuat hubunganku dan Rayya berubah. Rasanya lebih intim. Aku menelanjangi diriku di hadapannya, tidak ada yang tersisa. Tak ada yang membatasi diriku dengannya.
"Aku nemenin Mama dulu. Duty call, mereka butuh banker."
Aku mencium kening Rayya sebelum dia meninggalkanku. Di meja yang tak jauh dari tempat Oma Risma, ibunya dan beberapa penghuni lain memilih bermain monopoli.
"Oma butuh dealer?" Aku menempati kursi di sebelah Oma Risma.
"Kamu bisa main bridge?" Tanyanya.
"Aku cuma tahu caranya. Pastinya enggak sejago Oma."
Oma Risma tersenyum. "Kamu dan Rayya semakin dekat?"
Sejak awal aku sudah tahu tujuan Oma Risma memanggilku. Apalagi Opa Rizal yang menjadi lawan main Oma Risma menatapku tajam. Di meja itu juga ada Eyang Titi, Oma Gani, dan Eyang Ilham. Mereka menganggap Rayya sebagai cucu mereka sendiri. Bukan kali ini saja mereka memojokkanku. Aku sadar, aku tidak hanya harus menaklukkan hati ibunya, tapi juga kakek nenek ini.
"Oma tahu aku mencintai Rayya." Aku menyahut sambil membagi kartu. Oma Risma satu tim dengan Eyang Ilham, sementara Opa Rizal bersatu dengan Eyang Titi.
Opa Rizal mulai mengajukan bidding. Trik pertama dimulai. Setiap kali mereka bermain bridge, persaingan berjalan alot.
"Opa memang sudah tua, tapi Opa masih bisa menghajarmu kalau kamu menyakiti Rayya. Kalau saja mantan pacarnya datang ke sini, sudah habis dia." Opa Rizal berkata tajam tanpa mengalihkan perhatian dari kartu di tangannya. Rokok terselip di bibirnya, tanpa dibakar. Dulu beliau perokok, tapi ada larangan merokok di panti ini sehingga Opa Rizal cukup puas dengan rokok yang tidak menyala.
Hatiku mencelus saat mendengar mereka membicarakan Marthin. Aku merasa gagal sebagai seorang ayah.
"Selama mengenalnya, baru kali ini Eyang melihat Rayya bahagia." Eyang Titi menatapku tajam. "Jangan sekali-kali kamu membuatnya menangis."
Aku mengangguk. "Iya, Eyang."
"Rayya memang masih muda, jadi kalau kamu enggak serius dengannya, sebaiknya jangan membuatnya berharap," ancam Eyang Titi.
"Aku serius dengan Rayya. Kalau bisa aku akan menikahinya hari ini juga." Tidak ada keraguan sedikit pun di hatiku untuk menikahi Rayya.
"Kenapa kamu tidak menikahinya?" Tantang Oma Gani.
Aku terdiam. Tidak mungkin mengutarakan alasan sebenarnya.
"Kenapa diam?" Hardik Opa Rizal.
"Ada hal yang harus kami luruskan terlebih dahulu."
Mereka menatapku tajam, menunggu jawaban dariku tapi tak ada penjelasan lebih yang bisa kuberikan.
"Kalau kamu memang mencintainya, kamu enggak akan membiarkan masalah apa pun menghalangi kebahagiaan kalian."
Ucapan Oma Risma membuatku tersentak. Oma baru saja menikamku, memaksaku menghadapi kenyataan yang kuhindari.
"Jadi, kalau kamu serius dengan dia, selesaikan semua masalahmu. Jangan korbankan Rayya." Eyang Titi menimpali.
Meski aku berusaha tersenyum, tapi dalam hati aku merasa disesaki perasaan bersalah. Aku tak lebih dari seorang pengecut.
Saat aku tak sengaja bersitatap dengan Rayya yang berada di seberangan ruangan, hatiku mencelus saat melihat senyumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secret Temptation
RomanceHarris Jusuf Dari semua perempuan, kenapa harus dia? Di saat aku berani untuk jatuh cinta lagi, kenapa hatiku memilih dia? Dia, perempuan yang tidak seharusnya kucintai. Dia, perempuan yang terlarang untukku. Namun, semakin aku berusaha menolak, sem...