Rayya
Tak terasa sudah satu bulan aku bekerja di sini. Bayu memanggilku untuk performance review. Aku tidak berharap banyak, aku tidak yakin Kang Iman memberikan penilaian objektif kepadaku.
"Betah enggak di sini?" Tanya Bayu
Aku menghela napas panjang. Benakku sibuk memikirkan jawaban apa yang sebaiknya kuberikan. Jujur atau berbohong?
"Aku masih berusaha untuk adaptasi," jawabku akhirnya.
"Yeah, itu yang saya lihat. Kamu cukup keteteran di sini, which is bikin saya bingung. Saya yang menilaimu saat interview. Apa yang saya lihat waktu interview jelas berbeda dengan penilaianmu selama bekerja di sini," tanggap Bayu.
"Pekerjaanku sesuatu yang baru, jadi aku butuh keep up dengan sistem yang ada di sini." Aku tahu jawabanku sangat tidak profesional, tapi aku juga tahu, tidak mungkin memberitahu bahwa yang menghambat justru karyawan lainnya.
"Bisa dijelasin?"
Aku mencoba membaca air muka Bayu, menimbang apakah dia bisa dipercaya atau tidak. Pada akhirnya kuputuskan untuk bicara apa adanya. Di depan Bayu, aku menumpahkan semuanya. Bagaimana pekerjaanku selama ini. Bagaimana tanggapan rekan kerjaku. Juga cara Kang Iman sebagai lead yang membuatku tidak bisa bekerja maksimal. Selama bicara, Bayu memasang wajah datar, membuatku tidak bisa menerka apakah ini hal yang tepat atau aku justru baru saja menggali kuburanku sendiri.
"Akan lebih efektif jika ada sistem kerja yang jelas, juga kesempatan bagi siapa saja untuk mengeluarkan ide." Aku mengakhiri ucapanku.
Bayu mengangguk, meski masih menatapku dengan wajah datar.
"Makasih masukannya. Ini yang saya butuh, kejujuran. Saya juga mengerti maksudmu, dan jujur sudah lama saya menunggu ada yang berani speak up seperti kamu." Bayu tersenyum. "Makanya saya enggak percaya pada penilaian ini."
Aku menatap berkas penilaianku. Kang Iman yang menilaiku. Aku tidak tahu kapan dia melakukan penilaian, tapi aku yakin dia tidak memberikan penilaian objektif.
"Masa probation kamu masih ada dua bulan lagi. Selama dua bulan ke depan, saya berharap lebih dari kamu." Bayu mengakhiri pertemuan.
Aku memaksakan diri untuk tersenyum, karena dalam hati, aku tidak yakin selama dua bulan ke depan keadaan akan berubah.
***
Kang Iman menatapku dengan penuh permusuhan sekembalinya dia dari ruangan Bayu. Entah apa yang dibahas Bayu dengannya. Apa pun itu, yang pasti mengusik Kang Iman dan dia melampiaskan kekesalannya kepadaku.
Mungkin saja Bayu memberitahunya semua yang kusampaikan kepadanya dan Kang Iman merasa tersudutkan. Aku tidak peduli.
Jam kerja sudah selesai. Seperti hari sebelumnya, aku putuskan untuk pulang. Tidak peduli jika banyak mata memandangku sinis.
"Balik, Ray?" Tanya Siska saat berpapasan denganiku di pintu.
"Ya, kerjaanku sudah selesai."
Siska tertawa sinis. "Kamu teh masih probation. Harusnya effort lebih biar diterima jadi karyawan tetap."
Sama sepertiku, Siska juga karyawan kontrak. Setelah melewati tiga bulan pertama, dia tidak langsung diangkat jadi karyawan tetap. Kontraknya diperpanjang selama tiga bulan.
"Tadi ngobrol apa saja sama Bayu?" Tanyanya.
"Confidential."
Siska menatapku sinis. "Bayu tuh enggak mudah dirayu. Jadi kalau kamu pikir bisa merayu dia biar diangkat jadi karyawan tetap, kamu salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secret Temptation
RomantikHarris Jusuf Dari semua perempuan, kenapa harus dia? Di saat aku berani untuk jatuh cinta lagi, kenapa hatiku memilih dia? Dia, perempuan yang tidak seharusnya kucintai. Dia, perempuan yang terlarang untukku. Namun, semakin aku berusaha menolak, sem...