Harris
Aku cemburu. Itu penjelasan di balik sikapku yang tak ubahnya seperti binatang. Semua bermula ketika aku melihat Rayya masuk ke dalam mobil di hadapanku. Aku sudah memberitahu akan menjemputnya. Aku bahkan telah sampai di depan kantornya. Namun Rayya malah masuk ke dalam mobil itu, ketimbang bersamaku.
Cemburu itu semakin membabi buta ketika aku menyadari Marthin yang berada di balik kemudi. Aku tidak mengenali mobil yang dikendarainya.
Emosiku langsung tersulut. Ada beragam skenario bermain di benakku. Meski ucapan marthin tentang Rayya terkadang terdengar menyakitkan, aku tidak bisa memungkiri kenyataan bahwa anakku itu masih menginginkan Rayya kembali.
Selama ini, aku tidak pernah rendah diri. Aku selalu percaya diri. Namun Rayya membuatku merasa meragukan diriku sendiri.
Dia masih muda, begitu cantik, masa depan begitu panjang terhampar di depannya. Rayya berada di puncak usia emas, usia di mana seharusnya dia bersenang-senang dan menikmati hidup. Bukannya menjalani hubungan penuh rahasia dengan pria tua sepertiku.
Seharusnya aku bersikap dewasa. Aku jauh lebih tua dibanding Rayya, sudah sepantasnya aku menjadi pihak dewasa di sini. Tersulut emosi karena cemburu jelas bukan tindakan yang seharusnya diambil pria dewasa.
Namun, aku tidak bisa.
Saat melihat Rayya, aku kembali dilanda ragu. Aku begitu mencintainya, tapi apakah cintaku saja cukup untuknya?
"Jealousy didn't look good on you, Mas." Rayya tersenyum, membuatku mengutuk tingkahku yang begitu bodoh.
Rayya menegakkan tubuh. Dia mengusap dadaku, menantangku untuk menatapnya.
"Aku milikmu, kamu seharusnya enggak meragukannya." Rayya seperti menabur garam di atas luka yang menganga akibat kebodohanku.
"I'm sorry."
"Aku suka kamu cemburu, tapi aku enggak suka kalau cemburu membuatmu jadi seperti ini." Rayya berjinjit dan mencium pipiku. "Kamu bisa, kan, percaya kepadaku?"
Aku menatap matanya, berlama-lama tenggelam di sana. Tentu saja aku percaya kepada Rayya. Hatinya begitu tulus, begitu murni. Rayya tidak akan mengkhianatiku. Dia mencintaiku, dan aku percaya padanya.
"Aku percaya, Sayang."
Dalam hati, aku bersumpah tidak akan membiarkan rasa rendah diri membuatku bertingkah bodoh.
Rayya memelukku, membuatku menenggelamkan wajahku di rambutnya yang tebal. Aku menghirup aromanya dalam-dalam, membiarkan kehangatan tubuhnya mengisi hatiku.
"Kamu kehujanan. Mandi dulu, nanti sakit." Rayya melepaskan pelukannya.
Aku bergeming di tempat, hanya bisa menatap Rayya yang jelas-jelas khawatir.
"Aku menyakitimu?" tanyaku.
Rayya tertawa dan menggeleng. "It's okay. I enjoy it."
"Yaya..."
"Mas Harris..." Rayya menggunakan nada yang sama denganku, membuatku tertawa kecil saat mendengarnya. "Mas, I'm not that innocent. Dulu mungkin iya, tapi sejak mengenalmu, I'm not your virgin baby anymore."
"Yeah, kamu memberikan kehormatanmu kepadaku."
Rayya tersenyum. "Aku bukan perempuan rapuh yang tidak bisa menerima perlakuan keras. Well, rough sex is such a turn on."
Aku menepuk bokongnya, membuat dia terkesiap. Tawaku tumpah saat melihat semu merah di wajahnya. Baru beberapa detik yang lalu dia blak-blakan bicara soal seks denganku, tapi sekarang dia bersemu malu saat aku bersikap intim terhadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secret Temptation
RomanceHarris Jusuf Dari semua perempuan, kenapa harus dia? Di saat aku berani untuk jatuh cinta lagi, kenapa hatiku memilih dia? Dia, perempuan yang tidak seharusnya kucintai. Dia, perempuan yang terlarang untukku. Namun, semakin aku berusaha menolak, sem...