42. Please Take Care of Her

10.4K 773 7
                                    

Rayya

Senyum tak pernah hilang dari wajahku sejak sampai di restoran ini. Sudah lama aku tidak merayakan ulang tahun bersama orang yang kusayangi. Biasanya ada Mama, tapi sekarang ulang tahun jadi semakin lengkap berkat kehadiran Harris.

Harris tak henti-hentinya mengejutkanku. Aku sama sekali tidak menyangka dia akan mengajak makan siang. Harris mengaku, dia sengaja memilih makan siang agar Mama diizinkan keluar panti. Akan sulit bagi Mama jika keluar di malam hari.

Restoran ini bukan restoran mewah. Hanya restoran keluarga biasa. Namun aku merasa kehangatan yang dihadirkan lewat suasana restoran terasa lebih berarti. Aku menyukai suasana ini. Santai dan kekeluargaan.

Aku menatap Mama dan Harris berganti-gantian. Arti keluarga membentuk makna baru di benakku. Saat ini, keluarga tak hanya aku dan Mama. Ada Harris di sini, pria yang kuyakini akan menjadi bagian dari keluargaku.

"Jadi, cuma Yaya yang enggak bisa makan pedas?" Harris terkekeh untuk menggodaku.

Aku sengaja memasang ekspresi memberengut, sementara Mama dan Harris kompak tertawa.

"Rayya pernah nekat makan pedas, terus Mama dipanggil ke sekolah karena dia mulas terus-terusan." Mama ikut meledekku.

"Please, deh, Ma. Itu kan waktu aku masih SD." Aku menyuarakan protes.

Meski mulutku mengeluarkan protes, hatiku justru menghangat. Melihat Mama menerima Harris dengan tangan terbuka memberikan sedikit lega di hatiku.

Hanya sedikit, karena masih ada rahasia besar yang kusembunyikan dari Mama.

Mama memang pernah bilang bahwa beliau menerima Harris. Dari hari ke hari, aku menyaksikan sendiri bagaimana Mama memperlakukan Harris. Terlebih hari ini. Rasanya tidak ada ancaman penolakan yang perlu kukhawatirkan.

Seharusnya aku jujur di hadapan Mama. Namun ada sedikit rasa enggan yang membuatku takut bahwa kejujuran akan mengubah pandangan Mama terhadap Harris.

Menunda tidak akan menyelesaikan masalah. Namun saat ini, baik aku atau Harris, memilih untuk menunda sebuah kejujuran.

"Mama masih belum tahu kalian kenalan di mana."

Hampir saja aku menjatuhkan sendok di tangan. Aku menatap Harris, berusaha keras mengendalikan diri. Aku menggeleng kecil, berharap Harris menangkap maksud yang kusampaikan.

"Temannya Yaya kenal dengan saya. Lalu kami enggak sengaja bertemu di Singapura sewaktu saya bekerja, dan menitipkan kacamata ke Yaya untuk dibawa pulang ke Jakarta." Harris menjawab. Tidak sepenuhnya bohong, tapi hatiku mencelus karena terpaksa menyimpan kebenaran dari Mama.

"Sudah lama?"

"Sekitar tiga atau empat bulan yang lalu."

Mama menatapku setelah mendengar jawaban Harris. Kalau Mama melakukan perhitungan singkat, Mama bisa mengetahui bahwa perkenalanku dengan Harris terjadi saat aku masih pacaran dengan Harris.

"Meski kenalnya sudah lumayan lama, aku baru dekat dengan Mas Harris sekitar dua bulan belakangan," jelasku. Aku tidak mau Mama berprasangka aku selingkuh dari Marthin.

Mama tersenyum sebelum kembali menghadap Harris. "Kata Rayya kamu pernah menikah sebelumnya?"

Momen ini sangat langka. Entah kapan Mama bisa menghabiskan waktu bersamaku dan Harris sehingga Mama memanfaatkan kesempatan ini untuk mengenal Harris lebih jauh. Termasuk mencari tahu tentang masa lalunya.

"Saya menikah waktu berumur dua puluh. Istri saya meninggal karena kanker."

Aku pernah memberi tahu Mama, tapi sepertinya Mama butuh mendengarnya langsung dari mulut Harris.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang