52. Sendiri Mengenangmu

7.8K 824 20
                                    

Harris

Sayang, aku baru mendarat di London. Hujan jadi sedikit ada gangguan saat landing. Kamu pulang jam berapa hari ini?

Harris

Yaya, hati-hati di jalan. Kabarin aku kalau kamu sudah sampai di kos.

Harris

I miss you. Aku boleh video call?

Harris

Rayya, kamu baik-baik saja?

Harris

Yaya, please answer me.

Harris

Yaya, please angkat teleponku.

Harris

Aku terpaksa menelepon Mama. Kata Mama, sudah dua hari kamu tidak menghubunginya. Kamu membuatku cemas. Please jawab, setidaknya satu kata saja sudah cukup.

Harris

Aku pulang besok. Aku ke tempatmu, oke?

Harris

I love you, Yaya. Baik-baik ya di sana.

Harris

Yaya...

Harris

Aku menelepon Mama lagi. Katanya kamu sibuk di kantor. Aku lega karena akhirnya tahu kamu baik-baik saja.

Harris

Aku enggak tahu kenapa kamu enggak mau mengangkat teleponku atau membalas pesanku. Aku harap kamu mau bertemu denganku begitu aku sampai di Jakarta.

Harris

Aku mencintaimu, Yaya.

***

Harris

London selalu muram. Suasana kota ini sama persis dengan suasana hatiku. Muram dan kelam.

Sewaktu baru menjadi pilot, aku tidak pernah berdiam di kamar hotel. Aku memanfaatkan waktu untuk menjelajah daerah baru yang kukunjungi. Namun, lama kelamaan aku tidak lagi bersemangat untuk menjelajah. Tidur di kamar hotel untuk meredakan lelah setelah perjalanan jauh menjadi pilihan. Aku hanya keluar jika ada hal penting, seperti mencari makan atau membeli oleh-oleh.

Kali ini berbeda. Berada di kamar hotel membuatku tercekik. Badanku berada di London, tapi pikiranku tertinggal di Jakarta.

Sudah dua hari Rayya tidak membalas pesanku. Teleponku tidak pernah diangkat. Aku tidak bisa menahan kekhawatiran karena tidak biasa-biasanya Rayya begini. Aku merasa tak berdaya. Tidak ada yang bisa kulakukan selama fisikku berada jauh dari Rayya.

Menjelang malam, kuputuskan untuk jalan-jalan tanpa arah. Meski cuaca London yang mendung membuat suasana hatiku semakin suram, aku butuh udara segar.

Aku putuskan untuk duduk di coffee shop kecil tak jauh dari Trafalgar Square. Aku kembali menghubungi Rayya, tapi dia tidak menggubris.

Sewaktu aku menemuinya sebelum berangkat ke London, aku merasa ada yang berbeda dari Rayya. Sejak malam itu, aku tidak bisa tenang. Seolah kapan saja ada tangan yang menarik Rayya menjauh dariku.

Aku tidak bisa bekerja dengan tenang. Penerbangan jauh ke London jadi tantangan karena aku tak henti-hentinya memikirkan Rayya yang tertinggal di Jakarta.

Pun sekarang. Entah apa yang menimpanya, karena tak pernah sekalipun Rayya menghilang seperti ini.

Sama seperti panggilan sebelumnya, panggilan kali ini berakhir di mailbox.

His Secret TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang