🍂Luluhnya Delia🍂

427 53 4
                                    

"Jangan terburu-buru Dafa! Enggak baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan terburu-buru Dafa! Enggak baik. Pendidikan kamu saja belum selesai. Kamu tetap harus menyambung study kamu. Sampai kamu benar-benar mendapatkan gelar Doktor."
"Tapi Dafa juga gak mau kehilangan Aira, Pa. Bukan tidak mungkin laki-laki manapun tidak mendekati Aira. Dafa perlu status terikat dengan Aira. Hanya itu Pa."

"Kalau seperti itu, kamu pasti tidak akan fokus. Menikah itu bukan urusan gampang. Suami memiliki tanggung jawab penuh Daf. Bagaimana caranya kamu bisa memenuhi nafkah kalau kamu sendiri belum punya bekal apapun. Lagian, apa kamu yakin Aira akan menerima kamu? Aira anak yang bijak dan dewasa. Ia tahu bagaimana cara mengatur hidupnya. Papa yakin, Aira pasti belum memikirkan pernikahan secepat itu."

Dafa berdecak sebal di kala ia kembali mengingat semua moment-moment kedekatan Aira dengan sosok pria pendatang.

"Bagaimana kalau ada satu pria yang berhasil melamar Aira? Dafa menandai satu orang yang saat ini sangat terlihat dekat dengan Aira, Pa. Setiap moment pasti terus ada pria itu di samping Aira. Dan terlihat dekat juga dengan Aira, Pa."
"Dafa! Kalau memang ditakdirkan berjodoh pasti ada saja jalannya. Dan kalau memang tidak berjodoh, ikhlaskan Nak! Karena segala sesuatunya itu atas kehendak Allah. Belum tentu kamu yang terbaik untuk Aira. Dan belum tentu juga Aira yang terbaik untuk kamu."

Dafa terdiam bisu setelah sang Papa menasihatinya. Ia memahami semuanya. Tapi tetap hatinya selalu merasa resah. Ia merasa sudah sangat berjarak dengan Aira. Yang dulunya selalu ia mengisi hari-hari Aira, kini tergantikan oleh pria lain. Pria dewasa dan lebih mapan dari dirinya.

💐~💐

Arlan terus menatap takjub dengan perubahan Fauzan. Sedari tadi, Fauzan tidak berhenti mendengarkan lantunan-lantunan ayat suci Al-quran sembari mengikutinya dengan terbata-bata. Sesekali ia melihat kekesalan Fauzan namun kembali bersemangat untuk mengulanginya kembali.

Hari ini, Arlan memang memilih untuk menginap di kediaman Fauzan. Berniat untuk mengajaknya hang out malah terurung setelah mendapati keseriusan Fauzan.

"Kenapa gak cari guru ngaji aja sih? Kalau lo berjuang sendiri tanpa ada yang mengawasi bakal kayak begini terus Zan." Terduduk pada sisi ranjang.

"Huffftttt.... Penginnya gitu. Tapi gue malu Lan. Udah setua ini baru sadar untuk tobat."
"Hahaha.... kocak lo! Udah setua ini baru sadar. Tapi apa salahnya Zan. Kalau lo benar mau terlihat pantas di hadapan Aira, lo perjuangin. Salah satu penilaian Aira pasti dari keimanan. Dan lo nya yang masih minim banget memang harus cari salah satu orang sebagai panutan lo."

Fauzan menghentikan aktivitasnya dan merebahkan tubuhnya yang lelah. Menatap langit-langit kamarnya.
"Menurut lo.... gue bisa berhasil gak menarik hati Aira? Aira memang susah banget digapai."
"Hmm.... semoga aja Zan. Gue mah gak terlalu yakin."

"Kalau gue gak dipertemukan dengan Aira, gue pasti gak sesusah ini harus mempelajari semuanya. Gue bakal terus ke Club, mabuk-mabukan dan ngelakuin maksiat lainnya."
"Pertemuan kalian berdua membawa hikmah buat lo. Membuat lo semakin Religius. Tapi, semisal lo gagal menarik hati Aira dan Aira lebih memilih pria lainnya, apa lo bakal balik ke kehidupan lo yang maksiat itu Zan?"

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang