🍂Lamunan Aira🍂

425 57 8
                                    

"Menghindari kecewa kepada manusia itu gak bisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Menghindari kecewa kepada manusia itu gak bisa. Sesholeh apapun dia pasti punya potensi untuk mengecewakan. Bagaimana cara mengatasinya? Berharaplah kepada Allah. Karena kalau berharap hanya kepada manusia memang selalu ada sisi kecewanya walaupun orang yang kita harapkan itu orang baik."

"Bisa saja orang baik itu mengecewakan kita bukan karena dia jahat. Tapi karena dia manusia. Manusia yang bisa lupa, bisa lelah, kadang-kadang juga lagi lemah. Sehingga dalam kondisi seperti itu, kita tetap dikecewakan walaupun dia gak ada niatan sama sekali untuk mengecewakan kita. Tapi kalau berharapnya kepada Allah, ya seharusnya sih tidak akan ada pernah terdengar kata menyerah, kata menyesal, menderita secara berlebihan. Selalu ada Khair setelahnya."

"Ada para sahabat juga yang pernah mengalami hal demikian. Disakiti dia tetap bisa keluar ketika dia melibatkan Allah swt. Maka, libatkan Allah, berharap yang terbaik, baca doa musibah, Insyaallah akan diberikan jalan keluar dan digantikan dengan yang lebih baik."

Pengajian Akbar yang kembali digelar. Aira, Hanum dan bersama teman-temannya mulai melangkahkan kaki keluar diikuti oleh para jamaah lainnya.

"Alhamdulillah.... akhirnya kesampaian juga Ibuk menghadiri pengajian bersama anak Ibuk ini."
"Dengan kita gak ya Buk?" Cemberut Acha yang mengundang gelak tawa mereka.

"Jangan cemburu dengan Aira!"
"Ibuk Aira kan ibuk aku juga sekarang."
"Ih! Emang Ibuk mau punya anak kayak Acha, Buk?" Ledek jahil Nisa yang ikut mengganggu Acha.

"Semuanya anak Ibuk. Cuma.... yang spesial tetap Aira Azzahra. Hihihi...."
Mereka pun berjalan santai menuju arah parkiran motor.

"Habis ini kita mau kemana Zan?"
Langkah Aira terhenti dan refleks memutar arahnya.
"Alahhh.... si Arzan mah mana bisa kemana-mana. Habis ini ya balik ngajar lagi. Ya kan Zan?"
Aira menunduk sebab ia telah salah mengira.

Acha lebih dulu menangkap apa yang tengah Aira lakukan.
"Kenapa Ai? Keingat mas Fauzan ya? Ujung namanya hampir sama sih. Hihihi...."
"Husssttt! Kamu apa-apaan sih! Jangan ngenganggu Aira lagi."
"Tapi aku gak salah kan? Aira pasti mengira kalau mas Fauzan juga ikut pengajian lagi kayak kemarin."
"Oh ya? Kapan itu?" Tanya Hanum yang dengan penasarannya.

"Bukan Buk. Kemarin gak sengaja ketemu. Waktu Pengajian Akbar di masjid Istiqlal. Mas Fauzan datang barengan dengan Papanya. Bukan perginya dengan kita."
"Oh, ya sudah. Ibuk kira memang pernah pergi bareng sama kaliannya."

Aira kembali berjalan lebih mendahului yang lain. Pikirannya masih kosong. Hanum terus bingung, sebenarnya apa yang tengah dipikirkan Aira. Setiap harinya Aira pasti akan selalu terdiam merenung. Ia sedikit merasa kalau Aira dalam fase penyesalannya.

Dalam perjalanan pulang pun, Aira terus terdiam fokus pada arah jalan. Tidak ada memancing obrolan seperti biasanya.

"Aira, gimana kalau kita berhenti makan dulu di warung soto yang biasa kita pesan. Tiba-tiba Ibuk lapar."
Aira mengangguk dan mengambil arah berbeda dari jalur rumahnya.

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang