🍂 Harap Restu Kedua 🍂

472 50 15
                                    

"Terimakasih ya Pak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terimakasih ya Pak."
"Iya, pak Fauzan. Sama-sama."
"Nyonya sehat-sehat ya. Sekarang mas Fauzan nya udah ada di sini nih. Udah gak perlu lagi butuh perantara Arlan lagi kan? Hehehe...."
"Nyindir gue Lo?"

"Woles Zan. Tapi ada benarnya juga kan? Akhirnya Lo nyesal. Dasar bego."
"Pulang deh Lo! Pak, antar aja nih orang ke rumahnya! Ngerusak suasana banget."
"Itu kesalahan Mas juga tahu. Mas Arlan gak salah. Mas Arlan udah baik ke Aira. Mau direpotkan dengan rempongnya Aira mikirin Mas."
"Ya maaf."

Menghidupkan layar handphone nya. Melihat sudah pukul berapa. Ia rasa sudah waktunya untuk segera membersihkan diri sebelum waktu Subuhnya terlewat.
"Mas, layar handphone Mas kenapa? Kok hancur begini?"
"Ciah! Itu salah satu pembuktian bego nya Fauzan, Nyah. Ngamuk gak tentu arah."

Pelototan kedua mata menyiratkan rasa kesalnya dikala Arlan lagi dan lagi masih mengusili dirinya. Mengungkit masalah yang ia rasa tidak perlu lagi untuk dibahas.
"Pulang Lo!!"
"Hahaha.... Ok, fine. Nyonya Aira, Arlan dan pak Bagus izin pulang sekarang. Karena besok Arlan mau full rebahan di kamar dulu. Thanks ya Zan, udah ngizinin gue free selama 2 hari."
"Hum."

"Baik-baik kalian berdua! Sekarang udah ada calon baby yang pengin ngelihat kedua orang tuanya bahagia. Lo jangan terlalu tempramen Zan. Apalagi ke istri Lo yang lemah lembut ini. Tega banget ngebuat nyonya Aira nangis. Kalau si Fauzan ngebuat Nyonya nangis lagi, lari ke Arlan aja Nyah. Arlan siap gantikan posisi si Fauzan."
"Pulang Lo Lan!!"
"Hahaha.... Ok deh. Bye, Aira. Sehat-sehat bumil."
"Hihihi.... Hati-hati mas Arlan sama pak Bagus nya."
"Siap, Buk. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."

Masih menyembul kepala pada pintu yang hampir saja Fauzan tutup.
"Hubungin kita kalau ada perlu sesuatu Zan! Tapi, semoga aja gak ada ya. Biar gue bisa full istirahat di rumah."
"Iya, bacot! Palingan juga Lo bakal keliaran gak tentu arah. Enggak yakin gue, Lo bakal betah di rumah muluk."
"Kalau gue mood lah Zan. Sekarang, benar-benar mau rebahan dulu."
"Ya udah, hati-hati. By the way, thanks ya. Lo benar udah ngebantu gue. Kalau gak ada kabar dari Lo mengenai Aira, gue tetap masih dalam mode batu gue." Ungkapnya pelan.

"Iya, Zan. Gue memang bawahan Lo. Tapi, tetap bisa jadi teman yang bakal negur Lo kalau Lo berbuat salah. Satu lagi. Jangan main ngilang gitu aja kalau ada masalah Zan. Harus dihadapi berdua. Aira butuh perlindungan Lo dari orang-orang yang gak punya hati. Termasuk nyokap Lo. Happy terus ya Zan. Dan.... Selamat bro. Sebentar lagi Lo bakal jadi Bapak. Assalamualaikum!"
"Thanks, Waalaikumsalam."

Menutup kembali pintu. Berjalan ke arah koper. Mengambil satu pakaian pilihannya. Beruntung dirinya selalu menggunakan jasa Laundry selama berada di penginapan. Ketersediaan pakaian bersih masih bisa ia gunakan selama beberapa hari menemani Aira dalam pembaringannya.

"Maaf ya Mas, Aira belum bisa bantuin Mas nyiapin keperluan Mas."
"Iya, Sayang. Enggak apa-apa. Sekarang, mas yang harus mengurusi kamu. Bukan kamu nya aja yang mengurusi mas."
Cup!
"Mas mandi dulu ya."

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang