🍂 Paginya 🍂

1.1K 69 48
                                    

'Masyaallah, istriku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Masyaallah, istriku. Dalam keadaan tertidur pulas seperti ini aja cantik banget. Ini hobi mas yang sekarang. Memandang lama wajah terpulas kamu Aira. Beruntung mas selalu terbangun lebih awal. Bisa menatap lama kamu dalam tenang. Terimakasih Sayang. Udah menerima mas. Pada akhirnya, kita seranjang tanpa batas. Sekarang mas udah bebas meluk kamu, cium kamu dan bahkan sudah ikhlas lahir batin untuk mas sentuh. Sayang, semoga perut rata kamu ini segera dititipkan janin, buah hati kita. Akan semakin lengkap rasanya kalau Allah benar-benar mengabulkan ingin kita.'

CUP!
Mengecup pipi Aira. Memainkan surai Aira yang sudah bebas juga untuk ia lihat.
"Astaghfirullah, ini udah jam berapa?"
Berusaha bergerak pelan ingin meraih handphone pada nakas. Lengannya masih betah Aira gunakan sebagai bantalan kepalanya.
"Udah mau jam 5. Aku harus bangunin Aira."

Menepuk-nepuk pelan pipi Aira sembari berbisik dengan lembutnya.
"Sayang.... Bangun Sayang! Udah mau Subuh."
"Egghhhh...." Lenguhan dan geliatan kecil Aira memancing senyuman gemas Fauzan. Sedikit terbuka sebelah kelopak mata Aira, namun tertutup kembali.

"Hei.... Sayang. Bangun ih! Udah mau Subuh loh Sayang. Belum lagi kita mandinya. Bangun Sayang!" Terus menoel-noel pipi Aira.
"Egghhhh.... Mas, Aira masih ngantuk." Rengeknya.
"Ngantuk banget?"
Hanya anggukan lemah Aira berikan. Ingin kembali menutup kelopak matanya langsung tertahan oleh jari usil Fauzan. Mencoba membuka paksa kelopak matanya.

PLAKKK!
"Mas, ih!! Sakit Mas. Jahat banget dengan istri sendiri."
Fauzan terbahak semakin berhasil menyadarkan Aira dari rasa kantuknya.
"Emangnya udah jam berapa sih Mas? Aira masih ngantuk banget." Lesunya di hadapan Fauzan.

"Maaf ya. Jam tidur kamu jadi berkurang karena Mas. Meminta kamu terus menerus. Terimakasih Sayang."
Aira menunduk sembari meremas selimut. Rasanya ingin sekali menutupi seluruh wajahnya yang kini sudah menyemburkan semburat merah pada pipinya. Aira paham arah pembahasan Fauzan. Fauzan kembali terbahak melihat raut tersipu malunya Aira.

Menyibak paksa selimut yang Aira coba pegang erat untuk segera ia tutupi wajahnya.
"Sayang, kita gak punya banyak waktu. Sebentar lagi mau Adzan. Kalau udah mandi, pasti gak akan mengantuk lagi. Mau mas yang mandi duluan atau Aira? Atau.... kita langsung mandi berdua aja kali ya? Seperti tadi malam Sayang."
Tatapan genit Fauzan dan elusan jari Fauzan pada sudut bibirnya sedikit meremangkan bulu kuduk Aira.
"Aira duluan aja Mas." Terbangun cepat dengan langkahnya yang terburu-buru. Berniat untuk menghindari kejahilan Fauzan berikutnya.

Fauzan terus tertawa sepuasnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Helaan napas leganya mensyukuri nasib rumah tangganya yang kini sudah membaik. Perannya sebagai suami dan Aira sebagai istri sudah akan mereka jalani begitu indahnya. Merutuki bodoh dirinya yang sempat melayangkan kerelaannya untuk digugat cerai.

'Tapi, semua itu ada hikmahnya. Aku dan Aira bisa mengerti isi hati kita satu sama lain. Ada benarnya yang dikatakan ustadz Yusuf. Bicarakan baik-baik. Komunikasi dan saling terbuka salah satu kuncinya. Ya Allah.... Saat ini, apapun dan siapapun yang akan hadir untuk menggoyahkan rumah tanggaku bersama Aira, kuatkan iman kami. Segala ujian dari-Mu akan kami lewati tapi aku mohon Ya Allah.... Jangan sampai membuatku dan Aira berpisah. Aku sangat mencintai istriku, Aira Azzahra. Amin Yaa Rabbal Alamin.'

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang