🍂Pertama Bagi Aira🍂

740 71 17
                                    

Aira terus berjalan mencari bahan lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aira terus berjalan mencari bahan lainnya. Diikuti Fauzan yang sedikit kewalahan dengan lincahnya Aira melangkah mencari-cari bahan yang diperlukan.
"Mas, ayamnya masih fresh kan?"
"Masih dong mbak Aira. Ini bukan ayam sembarangan, bukan ayam tiren Mbak. Dijamin."
Senyuman sumringah Aira menanggapi si pedagang ayam langganannya.

"Ya udah Mas. Saya pesan 2 ekor ayam yang ini ya. Harga masih aman kan Mas?"
"Lagi naik nih Mbak. Satu ekornya sekarang Empat Puluh Ribu Mbak. Enggak tentu. Kadang naik kadang turun Mbak."
"Ya udah Mas, saya tetap pesan 2 ekor ya."
"Siap mbak Aira."

Fauzan terus memperhatikan cara lihai Aira memilih dan menawar harga yang terkadang memang tidak masuk akalnya. Cara Aira menjadi pengalaman pertama bagi Fauzan. Biasanya, untuk mencari kebutuhan Dapur pasti selalu di Supermarket yang harga sudah ditetapkan sehingga tidak bisa melakukan proses tawar menawar seperti yang Aira lakukan.

Berpindah pada satu pedagang lainnya yang menjajakan sayur mayur serta cabai, bawang dan rempah-rempah lainnya. Aira memilah-milah sayur mayur yang ia rasa masih terlihat segar daripada yang lainnya. Tetap semakin membuat Fauzan tertegun kagum.
"Eh, si Neng. Ibuknya mana Neng? Sendirian? Tumben."
"Bukan Pak. Saya ke sini sama suami saya."
Fauzan yang mendengar, menampilkan senyumannya sembari mengangguk pelan.

"Loh, saya baru tahu si Neng nya sudah punya suami. Kalau ke sini selalu sama si Ibuk."
"Kitanya baru menikah Pak." Terang Fauzan.
"Oh, pengantin baru?"
"Iya Pak. Baru halal."
"Wahhh.... Alhamdulillah. Si Neng nya cantik. Saya terus berpikir siapa nanti laki-laki beruntung yang mendapatkan si Neng nya."
"Alhamdulillah, saya Pak."
"Hahaha.... Alhamdulillah. Dijaga ya Mas. Istri cantik seperti neng Aira pasti banyak godaannya. Walaupun sudah menikah belum tentu selamanya untuk kita. Bisa saja ada tikungan lain yang menyebabkan keretakan rumah tangga."

Aira menunduk dan berusaha tidak memperdulikan obrolan mereka. Namun tetap saja membuatnya risih. Fauzan mengetahui rasa tidak nyamannya Aira. Ia juga sedikit merasa tidak suka dengan bahan pembicaraan si pedagang. Nasihat yang malah terkesan menakut-nakutin hal yang tidak ingin ia dengar.

"Udah Sayang? Biar langsung mas bayar." Bisik Fauzan pelan. Aira hanya mengangguk saja.
"Berapa semuanya Pak?"
"Semua sayurannya Sepuluh Ribu saja Mas."
Fauzan memberikan uang yang kebetulan pas dengan nominal yang diperhitungkan. Setelahnya, ia menggenggam tangan Aira dan menuntun melangkah ke arah lain.

Membeli segala bumbu-bumbu Dapur yang diperlukan. 3 kantong besar memenuhi kedua tangan Fauzan. Baru bisa ia sadari seberapa banyaknya kebutuhan Dapur. Selama ini ia hanya memesan makanan cepat saji, menjelajahi segala Restaurant atau bertandang ke kediaman orang tuanya. Tidak pernah sekalipun belajar akan dunia Dapur.

"Masih ada yang mau dicari lagi Sayang?"
"Enggak Mas. Ini udah cukup untuk selama seminggu."
"Ok, sekarang kita pulang ya?"
Mengangguk mengiyakan usulan Fauzan. Keluar area Pasar dan mengarah ke arah parkiran. Membuka bagian bagasi, menaruh semua belanjaan mereka.

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang