🍂Satu Foto🍂

447 55 9
                                    

"Kita gak bisa setenang ini Wira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita gak bisa setenang ini Wira. Sudah 2 Minggu kan? Itu anak kamu Wir. Bagaimana kalau benar-benar terjadi sesuatu?!"
"Aku yakin Mbak, Fauzan baik-baik saja."
"Kamu selalu berucap seperti itu Mas. Atau jangan-jangan kamu sudah tahu yang sebenarnya Fauzan itu dimana. Kamu merahasiakan dari aku!!"

"Astaghfirullah.... Aku benar-benar gak tahu. Selama ini aku juga berusaha mencari dan menanyakan keberadaan Fauzan dengan beberapa kenalannya. Beberapa koleganya pun ikut aku repotkan Ma!!"

Arlan yang merasa pusing dengan perdebatan keluarga besar Fauzan, memilih beranjak keluar sekadar merilekskan otaknya yang terus saja menghadapi kehebohan yang diciptakan temannya sendiri. Ia sudah muak tapi juga penasaran kemana Fauzan. Nomornya benar-benar tidak bisa dihubungi.

"Kalau kamu benar-benar mati Zan, aku jamin mayat kamu sudah membusuk. Bagaimana kita bisa melacak kamu kalau nomor kamu sendiri saja susah kita hubungi. Arbani dan Aira juga sama sekali tidak tahu kemananya kamu. Menyusahkan saja."

💐~💐


Mereka tertawa dengan gurauan Fauzan malam ini. Semua sudah mengenal dan merasa nyaman dengan hadirnya Fauzan. Pada satu ruangan asrama, Fauzan, Fajar, penghuni asrama lainnya dan para petugas sengaja berkumpul hanya untuk mendengarkan semua gurauan Fauzan. Mereka sedikit melanggar aturan. Demi bisa mendengarkan beberapa cerita lucu dari Fauzan dan Fajar. Fajar pun menurunkan kegarangannya sebab ia sudah mulai terhasut dengan kelakuan Fauzan.

"Hahaha.... Si Masnya ini benar-benar kocak."
"Itu benar-benar pengalamanku di saat aku masih remaja. Ada sedikit kesalnya tapi juga lucu. Dari hal itu, aku gak mau lagi menentang omongan orang tua."

"Ekhem! Sepertinya ini sudah waktunya untuk balik ke kamar masing-masing." Teguran satu penjaga asrama yang memang sejak tadi mengawasi mereka.

Fauzan menggaruk tengkuknya sembari menyengirkan senyumannya.
"Yaaa.... Kita lagi seru nih Mbak. Sebentar lagi deh."
"Mau saya yang menegur atau Pakde langsung?"

Semua terdiam tidak berani lagi membantah.
"Sudah cukup mas Fauzan. Mereka memang harus mendapatkan jam tidur yang cukup."
"Ok, mbak Surti. Jangan galak-galak dong. Nanti hilang cantiknya loh." Mengedipkan matanya sekadar menjahili.

Semua bersorak menggoda kegarangan Surti. Surti yang memang sudah terbiasa mendapatkan kejahilan Fauzan lambat laun ia bisa mencair. Selalu tidak bisa mempertahankan kegarangannya.

"Sudah to Mas. Saya ini lagi mode marah. Selalu saja Mas gagalkan. Ayo semuanya bubar!!"
Fauzan hanya pasrah dengan pengusiran Surti pada semuanya.

"Yo wis to Mas. Waktu kita wis rampung. Jangan sampai mode garongnya mbak Surti kembali muncul ke permukaan bumi."
"Semprul kowe Fajar, bocah edan.....!!"

Fajar langsung menarik tangan Fauzan untuk segera berlari ke kamar mereka. Mengunci pintu dan berusaha meredakan gelak tawa mereka.

"Wis to Mas. Jangan diulangi lagi yo! Kalau mbak Surti mengadu ke Pakde, bisa habis kita Mas."
"Hahaha.... Aku cuma mau membuat mereka bisa saling berbaur denganku. Bebas tertawa menghilangkan beban. Dan kamu lihat kan? Dari yang awalnya mereka saling menjaga jarak, sekarang sudah bisa saling akrab."

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang