🍂 Kehadiran Parasit 🍂

323 26 4
                                    

"Ekhem! Udah mau berangkat?"Fokus bercermin tak memperdulikan sapaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ekhem! Udah mau berangkat?"
Fokus bercermin tak memperdulikan sapaannya. Betah berdiam tanpa mau memulai obrolan. Sudah mati rasa mulutnya menegur hanya sesekali terjawab. Tak jarang hanya dehaman saja lengkap dengan raut datarnya.

"Semua mengabaikanku. Demi anak itu kalian tega mengabaikanku." Melempari geram satu barang yang berhasil mendapatkan tatapan tajam pria nya. Langkah tegas dengan wajah mengerat itu terus ia terima jika berhasil mengganggu kedamaian.

"Manusia sebaik Menantuku yang kuat menanggung akal busuk kamu Mayang!" Sulut emosinya.
"Apa lupa cara bercermin? Kamu sudah melempari kotoran di wajahku. Dengan masih relanya mereka menerima keluarga kita May. Nyawa Menantu dan Cucuku sudah hampir kamu celakakan. Apa masih pantas kamu berlakon seakan kamu ini korban? Jelas-jelas kamu peran antagonis nya May."

"Aku istri kamu Mas! Kalian lebih milih dia?! Anakku udah gak perduli lagi denganku. Perempuan yang sudah melahirkannya. Lebih memilih perempuan itu yang sudah berani-beraninya merubah sikap semua orang termasuk anakku! Kita kehilangan anak Mas. Anak kita sudah dipengaruhi sama perempuan itu!"
"Kamu yang berubah May!! Kamu yang merubah sikap kamu sampai sejahanam ini!! Pikiran dan hati kamu busuk. Selalu saja menilai buruk Aira!! Semua yang kamu terima itu balasan dari Allah, May!! Kamu renungkan itu baik-baik!!!"

Terduduk sebentar dirinya menormalkan denyutan jantung yang sudah kembali lagi memompa kencangnya. Terus kalap bila Mayang mulai bertingkah. Riwayat penyakitnya selalu menjadi titik lemahnya.

"Kamu sendiri yang merusak keluarga kita May. Kapan kamu mau sadar? Kamu lihat anak kita sekarang! Fauzan bahagia Ma. Bukan tertekan. Dia bahagia. Bahagia mau menyambut darah dagingnya Ma. Seharusnya kamu bisa menilai mana yang terbaik untuk anak kita. Sekiranya Fauzan mengeluh mengenai Aira, Menantu kita, baru aku bisa mengikuti ingin kamu. Aira gak ada celah salahnya sedikitpun Ma. Justru anak itu yang menyelamatkan kehidupan buruk anak kita."

"Sekarang, Fauzan sudah bisa menjadi imam yang baik. Anak itu sudah bijak Ma. Bukan lagi seenaknya berperilaku liar di luaran sana."

"Hari ini, seharusnya bisa menjadi kebahagiaan Menantu kita. Rencana yang diinginkan bukan seperti ini. Cucu kita sehat Ma. Sudah 4 bulan. Darah daging anak kita. Penerus Fauzan. Yang sebentar lagi butuh pengakuan dari kita. Tega kamu kalau masih saja seperti ini sampai anak mereka lahir. Bayangkan gimana perasaan Aira! Aira menanggung semuanya Ma. Aira merasa malu. Aira terus menganggap ini semua salahnya. Tapi kamu sadar kan? Semua masalah ini bermula sebab kamu."

"May, kalau masih ada hati nurani kamu, doakan saja Menantu dan Cucu kita. Enggak butuh kamu datang. Karena aku tahu, kamu sudah sangat malu atas perlakuan kamu selama ini. Mukaku dan muka seluruh keluarga kita sudah tercoreng. Tapi, Alhamdulillah buk Hanum masih menerima baik besannya ini. Renungkan itu May! Tolong ubah pola pikir kamu!" Beranjak cepat keluar sudah tak mau mengulur waktu hari spesial putra dan menantunya.

Semua kalimat Wira sangat menohok hati batunya. Menahan geram kekesalan. Tetap saja tak ada yang mau mendukung. Merasa bosan terus terasingkan. Tak bisa lagi ia mencari tempat peraduan. Terkalahkan dengan satu perempuan yang masih saja ia sekutukan.

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang