🍂 Nakal 🍂

141 17 7
                                    

"Ya ampun Mas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya ampun Mas....! Jangan aneh-aneh deh! Ngapain lagi bawa pakaian haram Aira....!"
"Biar mas puas ngebayangin kamu bukan perempuan lain."
"Tapi gak gini juga konsepnya. Gila Mas ya! Simpan lagi di lemari Aira!"
"Enggak! Mas tetap mau bawa. Kalau tidur enaknya meluk baju kamu ini. Jadi mas ngerasa meluk kamu."
"Tapi aneh kalau orang lain...."
"Hussstttt! Udah ya! Mana mungkin mas bolehkan orang lain masuk ke hal privasi mas. Udah, ayo! Berangkat antar mas sekarang! Dapat pesan dari Arlan. Mereka udah sampai di Bandara lebih dulu. Nanti mas telat Sayang."

Menyerah. Kelakuan absurd suaminya itu sungguh malu ia terima. Bagaimana tidak? Hal sekonyol itu Fauzan anggap biasa dan tidak risih.

Tarikan tangan Fauzan tak bisa memaksa Aira yang berjalan lambatnya. Beban koper tak seberapa ketimbang beban perut bumilnya. Dengan sabar membawa bumilnya masuk ke dalam mobil dimana sudah disambut supir pribadinya yakni siapa lagi kalau bukan pak Hamdan. Selamanya akan ia perintahkan menemani dan mengawasi kemanapun Aira melangkah. Bik Jum juga semakin ia perintahkan tegas agar mengerjakan semua tugas semasa ia pergi. Tak mengizinkan Aira membantu sebab bukan tugasnya lagi. Cukup terduduk tenang menjaga kesehatan selama ia tinggali.

"Cepat Pak! Takut telat."
"Baik Pak."
Lengan langsung saja Aira jadikan tempat sandaran bermanjanya. Mulai ragu, lesu, rindu menjadi satu. Ia kembali ditinggal dalam kurung waktu cukup membosankan.

"Jangan nangis Nyonya Aira. Kamu sendiri yang menolak untuk mas ajak. Terima resikonya."
"Hiksss.... Hiksss.... Malah semakin ngebuat Aira sedih.... Diam dong Mas!"
"Hahaha.... Mulai basah nih kaos mas. Ingus semua nanti."
"Mas....!!"

"Buk Aira kenapa gak ikut saja? Jalan-jalan di masa kehamilan itu kan seru Buk."
"Jalan-jalan apanya? Mas Fauzan kerja Pak. Kalau Aira ikut, takut malah menyusahkan. Mending Aira di rumah. Harus ke Toko juga."
"Toko berantakan pun, gak akan membuat kamu sengsara Sayang. Ada mas yang bisa transefrin kamu nominal tanpa seri."
BUGHHH!

Gebukan tangan berani Aira. Fauzan sudah bersikap angkuh tak tahu perjuangan dirinya.
"Seenaknya mau merusak usaha Aira. Jahat.... Hiksss.... Hiksss...."
Rengekan berulang yang malah sangat menghibur. Manjanya Aira seakan tak ingin melepas dirinya. Sampai di Bandara pun, Fauzan kesusahan menuntun langkah semakin melambatnya Aira.

"Udah ketinggalan jauh dengan pak Hamdan tuh. Kayak siput banget jalannya."
"Enggak usah bawel."
Terbahak kencang mendengar sanggahan lemah Aira. Mungkin energi sudah habis sebab menangis.

"Hai, Zan! Hai, Nyah!" Teriakan dan lambaian Arlan.
Lambat laun, pandangan yang menunduk itu dengan raut masih tertekuk lesu sudah terangkat dan mendapati langsung wanita lain yang siap dengan satu koper menggandeng lengan Arlan.

"Hai, Aira. Aku kira kamu ikut juga. Kalau kamu ikut.... pasti seru deh. Aku bakal ada temannya."
"Gue kira, gue yang bakal jadi nyamuk Lo berdua kalau sekiranya Nyonya ikut dan Clara gak jadi ikut. Ternyata Lo Zan. Hehehe.... Sorry ya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang