🍂 Ketakutan Aira 🍂

796 76 50
                                    

Mengemasi semua perlengkapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mengemasi semua perlengkapan. Di pojok ruangan Aira terduduk tengah memperhatikan semua kesibukan Fauzan. Sejak semalam situasi masih sedingin Kutub Utara. Aira juga merasa putus asa dengan sikap dinginnya Fauzan kali ini.

"Kita pulang agak cepat. Mas temani Aira dulu untuk ke Pasar."
"Aira bisa sendiri. Jangan mengkhawatirkan Aira. Urus aja urusan Mas sendiri."
"Aira! Jangan memulai perdebatan!" Geramnya.

"Yang bernada ketus lebih dulu setiap kita mengobrol siapa? Aira atau Mas? Jadi siapa yang terdengar memulai perdebatan. Aira cuma berusaha mengikuti cara Mas berbicara dengan Aira."
Kedua manik Fauzan mengunci tajam tatapan Aira padanya. Tatapan mata yang juga berusaha menantang dirinya.

Menghentikan pandangannya. Menarik kesal resleting koper dan menaruhnya pada pojok dinding. Melengos keluar lebih dulu.
"Cih! Dasar bunglon. Terkadang bersikap manis, terkadang bersikap pahit. Apa maunya?"

Menyudahi hal boring nya. Ia juga memilih cepat turun ke bawah ingin mencari hal lainnya yang lebih menyenangkan.
"Aira! Sini deh!" Tante Ana memanggil.
Aira berjalan pelan ke arah sofa ruang keluarga. Dimana Oma, tante Ana, mama Mayang dan Wulan tengah terduduk sembari mencemili buah-buah segar yang tersuguhkan.

Aira memilih duduk di sebelah Wulan. Ia berusaha mencari tempat teraman dan ternyaman. Menghindari sosok mertuanya yang sama sekali tidak menyukai kehadirannya.

"Nih, Aira. Kamu juga harus menkonsumsi buah-buahan segar ini. Ada Alpukat, Pir, Pisang, Anggur, buah Naga. Tante buatkan Salad Buah untuk kamu juga ya. Ini bagus untuk kesuburan. Kalau Wulan sendiri, bagus untuk calon baby nya."

Aira mengelus-elus pelan perut besar Wulan sembari ia bacakan salawat dalam hatinya. Wulan tersenyum sumringah mendapatkan perlakuan lembut Aira.

"Semoga nular ya Kak. Biar kita sama-sama punya Baby. Kalau mereka sudah besar-besar, kan jadinya enak main. Semua keturunan Oma jadi lengkap. Dari kak Fauzan udah dinantikan sejak lama Kak."
"Iya, Aira. Terus berusaha ya! Kita terus mendoakan semoga Cicit Oma dari kalian berdua segera hadir. Kalau kumpul keluarga seperti ini kan jadinya ramai suara anak-anak. Oma tambah senang. Bahkan, Oma bakal terus-terusan menjenguk Cicit Oma dari kalian. Karena kalau bukan kalian siapa lagi? Yang lain pada jauh-jauh tinggalnya."

Aira hanya mengulas senyuman getirnya. Nasibnya kali ini malang. Sikap Fauzan yang sedang tidak bisa diluluhkan, sulit kemungkinan untuk memulai memikirkan anak. Dirinya juga bingung bagaimana menangani sikap suaminya yang makin hari makin dingin terhadapnya. Dirinya yang memang dari dulu tempramen dan keras hati sangat gampang tersulut sumbu yang panas.

Mencemili Salad Buah yang sudah tante Ana buatkan. Dirinya merasa iri dengan perlakuan tante Ana saat ini ke Wulan. Mengurut-urut lembut kaki membengkak Wulan.

'Kalau sekiranya aku hamil, apa mungkin Mama luluh ya? Biasanya kan, yang namanya mertua itu bakal perhatian sebab mau menerima kehadiran Cucu. Enak banget jadi Wulan. Sesayang itu tante Ana.'
Mencuri-curi pandang ke arah Mama Mertuanya yang kini tengah fokus menonton serial Televisi.

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang