🍂 Guru Pembimbing 🍂

641 54 37
                                    

Semua bahan-bahan belanjaan yang sudah tertumpuk pada bagasi segera Fauzan bawa masuk ke area Dapur dimana Aira sudah lebih dulu menata bahan-bahan lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua bahan-bahan belanjaan yang sudah tertumpuk pada bagasi segera Fauzan bawa masuk ke area Dapur dimana Aira sudah lebih dulu menata bahan-bahan lainnya. Sudah kembali pada rumahnya sehabis subuh. Mereka memang merencanakan membeli kembali bahan-bahan masakan yang sebelumnya sudah tidak layak lagi untuk diolah.

"Benar kamu gak mau ke Toko Sayang?"
"Enggak Mas. Aira mau di rumah dulu. Kalau semua udah selesai, baru Aira ke Toko."
"Ya udah, berangkatnya sama mas aja. Mas bisa tunggu kamu."

"Mas ini gak perlu terus mengikuti jam kerja Aira. Terkadang Aira berangkatnya gak tentu Mas. Mas juga punya kerjaan mendadak kan? Ada event di Hotel Mas. Katanya Mas harus ngeroscek. Terus, hari ini Mas juga mau menerima karyawan baru kan? Ya udah, Mas duluan aja. Kalau udah clear, baru deh Mas hampirin Aira ke Toko."
"Kalau gitu caranya, kabari mas kamu berangkatnya jam berapa? Kalau mas sempat, mas yang jemput kamu. Kalau gak sempat, mas perintahin pak Hamdan."

Mendesah geram napas lelahnya menghadapi serentetan sikap memaksa penuh perhatian Fauzan. Aira merasa senang tapi tetap ia tidak mau terlalu menyusahkan sang suami yang sebenarnya juga memiliki kesibukan lebih dari dirinya.

"Mas, Aira bisa melakukan semuanya dengan sendiri. Banyak cara Mas, untuk bisa ngebawa Aira sampai ke Toko. Aira bisa pesan Grab atau naik taksi. Pak Hamdan itu kan punya tugas lain. Kasihan banget merintahin pak Hamdan jauh-jauh dari Hotel Mas ke sini, terus nganterin Aira lagi ke Toko. Udah ya, jangan khawatirin Aira sebegini rempongnya."

"Kalau ada apa-apa dengan kamu, mas bakal nyesel banget. Mas mau selalu dalam keadaan aman. Suami macam apa yang membiarkan istrinya keluar rumah sendirian."
"Banyak kok yang seperti itu. Intinya dari si istrinya yang mau terima atau gak. Kalau Aira sih, gak masalah kalau harus pergi sendirian. Toh, tujuan Aira jelas. Aira agak sedikit ngerasa ribet kalau ngelihat Mas yang pagi-pagi udah disibukkan dengan jadwal ketemu klien lah, meeting lah, ada event lah, entah kemana lah. Kelihatan sibuk banget. Nah, semua jadwal yang udah terplanning rapi mau Mas ubah lagi cuma karena Mas mau perginya bareng Aira. Kerjaan Mas jadi berantakan. Yang nantinya merasa bersalah siapa? Aira kan? Udah ya, jangan keras kepala Mas. Ikuti saran terbaik Aira. Sekarang Mas mandi! Aira siapkan dulu pakaian Mas. Setelahnya, Aira masak sarapan kita. Udah kenyang langsung berangkat ke Kantor!"

Mendorong dengan paksa tubuh lunglai Fauzan yang masih kesal dengan perintahan Aira. Pagi mereka sangat berisik dengan perdebatan-perdebatan hanya masalah pergi bareng atau tidaknya. Aira pun juga terikut pusing menghadapi sikap berlebihan suaminya.

💐~💐


Satu cermin menjadi titik fokusnya di kala dirinya merias wajah cantiknya. Mendapatkan kabar bahwa dirinya diterima langsung bekerja di sebuah Hotel ternama yang kurang lebih sudah ia cari tahu kualitasnya seperti apa.

Bermodalkan orang dalam tidak menjadi masalah baginya.
"Aku bisa kerja dengan kualitas otakku. Bukan cuma bermodalkan orang dalam aja. Pengalamanku mungkin sudah cukup untuk meyakinkan kalau aku pantas diterima. Kalau aja masalah pribadiku dengan bos bangkotanku dulu gak kebongkar, aku masih tetap hidup enak tanpa harus takut kehabisan simpananku. Kita lihat, semenarik apa bos baruku ini. Hihihi...."

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang