🍂 Masih Menunggu 🍂

262 43 21
                                    

Suara lembutnya mengalun mengisi waktu luang seusai Subuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara lembutnya mengalun mengisi waktu luang seusai Subuh. Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an nya. Ia jadikan sebagai penenang hati yang terus saja merasa gelisah, kalut dan gundah gulana. Hatinya merasa lelah terus tercabik akan ingatan ucapan tajam Fauzan ke dirinya. Seakan meneriaki dirinya. Jalang? Satu kata namun cukup perih.

Usapan tangan pada pelupuk mata yang masih saja mengganggu kekhusyukan dirinya dikala mengaji. Tersedu membuatnya susah menahan tarikan napas dalam satu penggalan ayatnya. Sampai ia merasa kurang yakin, lantunannya akan diterima atau tidak.

Sudah beberapa ayat terlantunkan, sudah 3 a'in yang ia rasa cukup untuk diakhiri.
"Shadaqallahul-'adzim' (صَدَقَ اللهُ اْلعَظِيْمُ)"
Menandai dan menutup dengan lembutnya. Mengecup lama cover tebal kitab Al-Qur'an dan ia simpan rapi pada rak kamar tempat dimana biasa dirinya dan Fauzan simpan.

Satu arah sorot pandang matanya, melihat peletakan peci dan kopiah milik Fauzan. Ia ambil, ia hirup wangi khas nya dan mengelus sembari membayangkan betapa tampan sang suami jika sudah dengan rapinya memakai semua atribut ibadahnya. Pria gagah itu berhasil mengimamkan Salat nya.

"Aira bersyukur Mas. Diperjuangkan sama Mas yang benar-benar merubah diri untuk Aira. Mas pernah bertanya kan? Bagaimana hukumnya hijrah sebab seseorang? Memang terdengar kurang baik. Tapi itu sangat menyentuh hati Aira. Aira mendapatkan pembuktian cinta Mas untuk Aira. Seberhasil itu Mas menjaga salat, menjaga takwa Mas, menjaga Aira, menjaga martabat Mas sebagai suami. Malah Aira yang lengah Mas. Aira perusak hubungan kita. Aira melanggar aturan Aira sebagai istri. Bahkan, dari dulu kan, Aira melanggar aturan dan kewajiban Aira. Baru melaksanakan kewajiban Aira setelah Mas merasa hampir putus asa."

"Berulang kali Aira mematahkan hati Mas, Mas tetap sabar. Mas marah pun, Mas tetap perduli dengan Aira. Mas tetap melindungi Aira. Tapi sekarang, apa Mas udah benar-benar putus asa lagi? Aira gak bohong Mas. Semua yang Aira jelaskan udah sesuai yang Aira terima. Bagaimana bisa Aira mengkhianati Mas? Aira mencintai Mas. Aira memilih Mas untuk terus bisa sama Aira selamanya. Bagaimana bisa Aira memilih yang lain? Mas jangan terus menyangkut pautkan masa lalu Aira dengan hubungan kita. Aira gak ada perasaan apapun lagi ke Dafa atau ke pria lainnya Mas. Aira.... Udah memilih Mas. Bagaimana bisa Aira berzina dengan laki-laki lain? Aira gak akan pernah mau menjadi istri yang durhaka dan wanita murahan yang seperti Mas bilang ke Aira."

Menahan keras air matanya. Sudah lelah dengan mata yang tak berhenti juga mengalir. Tapi, tak ada pelampiasan yang berarti kalau masih saja tidak menolong jeritan rindunya.

"Huffftttt.... Aira tahu, semua sebab mas Fauzan masih belum paham. Mas Fauzan masih dalam pengaruh amarahnya. Mas Fauzan masih perlu waktu untuk memahami semua perkara kita Mas. Aira harus sabar. Aira gak akan capek kok untuk mengembalikan sikap perhatian Mas yang dulu. Aira harus belajar dari Mas. Mas aja sanggup menerima sikap keras Aira sampai berhasil menarik hati Aira."

Menyimpan kembali kopiah dalam raknya. Meraih handphone nya lagi. Masih satu nomor yang ia gunakan sebagai perantara. Sama seperti sebelum ia menunaikan salat Subuhnya.

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang