🍂Keberuntungan🍂

715 79 3
                                    

Hari ini, Aira tidak ke toko

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini, Aira tidak ke toko. Sebab, keponakan chubby nya sedang asik bermain dengannya. Tawa, teriakan dan rintihan gemas memenuhi ruang keluarga yang sudah bertebaran mainan-mainan si kecil Albi. Memang sudah rutinitas setiap weekend nya. Aira menghilangkan rasa penatnya dengan bermain ria bersama keponakan kesayangannya. Ia pecinta anak-anak. Anak kecil manapun akan betah tak menangis jika Aira penghiburnya.

Delia dan Arbani tersenyum sumringah saat menikmati moment keakraban Adik mereka dan Putra kecilnya.
"Aku sudah lega banget Mas. Aira sudah lebih tenang dan damai dengan kehidupannya. Kamu lihat! Albi lebih lepas tertawa kalau sudah bertemu Aira. Beda banget dengan kamu Mas. Yang ada Albi menangis jejeritan."
"Iya, yah. Mas heran. Padahal, Mas sudah bertingkah sekonyol apapun Albi tetap flat bahkan nangis. Apa kita harus jadikan Adik kamu Babysitter anak kita ya Sayang?"

Delia mencubit pinggang sang suami yang sudah seenaknya berbicara.
"Adikku bukan TKW. Adik kamu yang pemalas itu saja yang kamu kirim tuh ke Negara orang. Biar dia tahu gimana kerja keras."
"Eh.... eh.... eh.... Lagi ngebahas apa ini?"
"Ini Buk, mas Arbani jahat banget mau jadiin Aira Babysitter."
"Cuma bercanda Sayang...."

Ibuk selalu pusing jika Arbani dan Delia sudah berkunjung. Tingkah konyol Arbani sang menantu selalu memancing amukan Delia yang sedikit sensitive sifatnya. Ibuk pun lebih memilih mendekat ke arah mainnya Aira dan cucu pertama yang masih berusia 3 tahun. Tawa keduanya terus nyaring.

"Senang banget kamu main sama bunda Aira."
"Nenek...." Suara imut nan lucu yang masih susah untuk melafalkan setiap kalimat yang diucapkan.
"Senang dong. Si chubby nya Bunda...."
Aira terus menggelitik perut dan leher Albi. Albi tertawa dan ikut kembali menjahili Bundanya.

"Bagaimana skripsi kamu Aira? Sudah selesai?"
Aira terhenti dari kejahilannya. Ia memangku Albi dengan kembali memberikan mainannya.

"Alhamdulillah sudah selesai Buk. 2 minggu ke depan Aira ikut sidang. Doain ya Buk, semoga lancar."
"Amin.... Doa Ibuk gak pernah putus untuk kalian."
Mengusap lembut pipi Aira. Senyum manisnya mendamaikan semua yang melihat.

Delia ikut bergabung terduduk lesehan di antara Ibuk dan Adiknya.
"Kamu bisa rasakan sekarang bagaimana hebatnya doa seorang Ibu. Sebesar apapun kesalahan yang kita torehkan, Ibuk selalu gak pernah berhenti mendoakan kita Aira. Kita bisa hidup dengan cara kita sendiri. Jangan pernah lemah dengan penindasan orang lain."

Aira menyadari itu semua. Dulu, ia benar-benar membenci dan dendam dengan kehidupannya. Selalu menyalahkan keadaan. Padahal, itu semua adalah teguran untuknya. Teguran untuk lebih mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Ia sempat gagal dengan urusan-urusan yang Allah swt berikan kepadanya.

"Duhhh.... kenapa jadi melow begini sih?" Mengambil Albi dari pangkuan Aira. Aira cemberut dengan rampasan Arbani.
"Pinjam Albinya sebentar lagi Mas."
"Lama-lama anakku tidak mengenalku Aira."
"Unda.... Hiks.... hiks.... Au ain ama Unda.... Hiks.... hiks...." Tangis Albi semakin kuat.

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang