🍂 Tekad Fauzan 🍂

738 68 32
                                    

"Bisa gak sih jangan ganggu Dafa terus kak?!""Gue butuh bantuan Lo Daf!! Kalau kita diam aja kayak gini, kapan kita berhasil ngerebut apa yang kita mau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bisa gak sih jangan ganggu Dafa terus kak?!"
"Gue butuh bantuan Lo Daf!! Kalau kita diam aja kayak gini, kapan kita berhasil ngerebut apa yang kita mau."
"Apa lagi?! Semua udah jelas kan?! Fauzan udah merebut Aira dariku!! Mereka udah menikah kak. Udah bukan hak kita lagi."

Tatapan tajam Lisa menghunus ke arah kedua manik Dafa. Ia tetep kekeh ingin mendapatkan apa yang seharusnya dulu ia dapatkan.

"Gue gak perduli status Fauzan yang sekarang. Gue mau mereka sama-sama hancur dan sama-sama merasakan apa yang gue rasakan saat ini. Kalau Lo gak mau ngebantuin gue, gak jadi penghalang apapun. Dasar Adik gak berguna!!"

Kedua kepalan tangan Dafa menggeram. Berulang kali memukul-mukuli meja nakasnya. Hati yang semula tenang kembali dipancing Lisa.

"Kamu bahagia Ai? Apa kamu bahagia saat ini? Kenapa pilihan kamu dia? Aku tahu, Fauzan lebih unggul segalanya dariku. Apa yang membuat kamu lebih memilih pria itu dibanding aku Ai? Sakit Ai.... Kamu merusak harapanku."

💐~💐


"Aira mau langsung pamit pulang sekarang Buk."
Menahan tangan Aira.
"Aira! Sadari sikap tidak pantas kamu ini! Suami kamu masih di sini kamu udah mau main pergi aja. Lebih baik motor kamu ibuk jual dari dulu supaya kamu gak seenaknya seperti ini."

Menghela kembali napas yang lelah menghadapi sikap Ibunya yang terus ingin memancing perdebatan dengannya.

"Aira udah minta izin lebih dulu ke mas Fauzan. Jadi Ibuk jangan khawatir. Dan Aira.... gak suka dengan Ibuk yang terlalu ikut campur urusan rumah tangga Aira. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Aira!!"

Fauzan turun dengan langkah yang cepat. Hanum menghapus air matanya. Mengulas senyum menutupi rasa sedih di hadapan Fauzan.

"Aira udah pergi Buk?"
"Udah Zan, barusan. Kamu juga gih!"
Anggukan pelan Fauzan. Meraih tangan Hanum dan mengecup.

"Ibuk minta maaf dengan kelakuan Aira, Zan." Mengelus-elus pucuk kepala Fauzan.
"Aira udah banyak salah ke kamu Zan. Ibuk kecewa dan merasa malu dengan kelakuan anak ibuk sendiri."

Fauzan tidak menginginkan permintaan maaf yang terucap dari mertuanya. Karena semuanya bukanlah kesalahan mereka. Ia memeluk dan menenangkan tangis Hanum.

"Udah Buk, jangan dipikirkan! Aira marah ke Fauzan cuma sebentar. Kalau Fauzan bujuk pasti udah gak marah lagi. Fauzan yang salah, Fauzan yang ceroboh."
"Ibuk yakin bukan sekali ini aja perlakuan kasar Aira ke kamu. Ibuk tahu bagaimana watak anak ibuk Zan. Hiksss.... Hikssss.... Ibuk minta maaf, Ibuk minta maaf Zan."

Meraih tangan keriput Hanum. Ia elus-elus dengan lembutnya.
"Buk, doakan aja kita berdua bisa terus melewati rumah tangga ini dengan baik. Doakan Fauzan untuk bisa selalu sabar. Aira masih membiasakan diri menerima Fauzan. Fauzan maklumi semuanya. Fauzan berterimakasih, Ibuk udah melahirkan putri Ibuk untuk Fauzan. Udah mendidik Aira sampai saat ini. Sekarang giliran Fauzan yang memegang tanggung jawab untuk mendidik Aira menjadi istri yang baik. Tapi yaaa.... Semuanya butuh kesabaran. Fauzan juga gak sempurna. Masih banyak salah juga. Jadi, jangan menyalahkan Aira atau siapapun."

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang