🍂Penolongku🍂

375 53 2
                                    

Aira masih enggan untuk keluar dari kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aira masih enggan untuk keluar dari kamarnya. Berulang kali Hanum mengetuk memanggil nama Aira masih tetap tidak memperdulikan. Ia membenamkan dirinya pada selimut. Ia marah, kesal dan menyalahkan orang-orang yang sudah terlalu memaksanya.

Hanum terus menghubungi Delia sebab ia juga bingung dengan sikap Aira.
"Bagaimana nak Fauzan?"
"Belum bisa kita hubungi Buk. Delia yakin, Fauzan juga tengah berusaha menenangkan diri."

"Ya sudah, itu sudah keputusan Aira. Kita juga tidak bisa berbuat apa-apa. Nak Fauzan harus mengerti. Kalau ada kesempatan, kalian berdua datang dan berikan pengertian secara halus. Nak Fauzan sudah sangat baik. Kita doakan semoga nak Fauzan bisa mendapatkan yang terbaik yang bisa menerima nak Fauzan dengan tulus."
"Iya, Buk."

Sepulang dirinya, Fauzan langsung membersihkan diri, berwudhu dan melaksanakan kewajibannya. Ia hanya butuh ketenangan. Meminta untuk bisa melupakan semua apa yang sudah terjadi walau sulit. Semua pesan beruntun masuk pada layar handphone nya belum ada satupun yang ia respon.

Memandang luar balkon kamarnya yang sengaja ia buka lebar sekatnya. Ia membiarkan angin masuk bebas menerpa kulitnya. Dirinya yang masih dalam pakaian salatnya, melamun jauh entah apa saja yang ia pikirkan.

"Hmm.... itu.... Adiknya Delia?"
Arbani terdiam dan memperhatikan arah unjuk jari Fauzan.
"Oh, iya Zan. Namanya Aira Azzahra. Adik bungsu. Tapi.... rada galak. Sensian. Aku aja takut Zan. Hihihi...."
Fauzan menyunggingkan senyumannya dikala tatapan tajam gadis belia tak sengaja tertuju padanya.

"Hai, maaf ya aku lama. Ini diminum dulu."
"Terimakasih Delia."
Fauzan tersentak dan menerima minuman pemberian Delia.

"Jangan terlalu kaku ya Fauzan. Anggap saja rumah sendiri. Untuk yang tadi, aku minta maaf. Itu Bapakku. Memang seperti itu. Jarang pulang. Sekalinya pulang pasti ada aja yang dipermasalahkan. Dan.... maaf atas kejutekan Adikku juga."
Melirik sekilas ke arah Aira yang tengah sibuk pada bukunya.

"Iya, gak apa-apa."
"Aku benar-benar gak enak sama kamunya. Baru pertama kali ke sini sudah mendapatkan kesan yang gak nyaman. Kalau Arbani sih.... udah biasa. Hihihi...."
"Yaaaa.... mau bagaimana lagi. Semua kehidupan manusia punya ceritanya masing-masing kan." Sambung Arbani.

Delia dan Arbani terus bercerita. Hanya Fauzan saja yang tidak terlalu memperdulikan. Lirikannya terus saja terfokus pada seorang gadis belia yang dengan seriusnya menulis pada buku-buku miliknya.

Setetes cairan bening kembali membasahi pipi Fauzan. Bayangan lalu ia coba biarkan pergi.

'Mengenal kamu pertama kalinya. Hanya tahu nama tanpa harus berjabat tangan. Aku mengenal kamu tapi kamu tidak mengenalku. Tatapan tajam kamu tetap sama Aira. Bahkan, di saat kita sudah saling mengenal, kamu tetap menunjukkan tatapan itu lagi. Aku janji gak akan mengganggu kamu lagi. Aku akan belajar ikhlas. Karena aku sadar, tidak mungkin pria sepertiku yang kamu inginkan. Kamu berhak memilih tanpa dipaksa. Pria beruntunglah yang akan benar-benar bisa kamu cintai. Dan tentunya itu bukan aku.'

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang