🍂 Bumil Baik Hatinya Fauzan 🍂

335 27 4
                                    

Menyudahi lantunan ayat suci Al-Qur'an

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menyudahi lantunan ayat suci Al-Qur'an. Merapikan perlengkapan salat nya. Fauzan yang ingin berlama-lama pada perut Aira seperti rutinitas biasanya malah terurung sebab Aira langsung meninggalkannya begitu saja. Turun ke bawah tanpa perduli teriakan kesal Fauzan. Yang ingin ia tuju sekarang ialah satu bumil pada kamar bawah yang juga harus ia perhatikan.

Tok! Tok! Tok! Mengetuk dengan sopan.
"Assalamualaikum, Mbak. Mbak Lisa udah bangun?"
Tok! Tok! Tok!
"Mbak....!"
Terbuka dan menampilkan satu raut penuh senyuman dari si penghuni kamar.

"Maaf, aku baru aja bangun Aira."
"Izinkan Aira masuk ya Mbak."
"Iya, masuk aja Ai. Ini kan rumah kamu."
"Tetap harus izin. Sebab privasi Mbak."

Mengarah ke arah ranjang yang langsung Aira kibaskan dan rapikan seperti semula. Lisa bertindak canggung merasa tidak enak hati.
"Maaf Ai. Biar aku aja. Aku baru bangun, jadi belum sempat merapikan kamar."

"Bagusnya Mbak bangun sebelum Subuh. Mbak salat. Sesulit apapun kita kalau mau tenang, jangan sampai tinggalkan salat Mbak. Berdoa untuk diri sendiri dan calon anak Mbak."
Miris atas kebodohannya yang tidak tahu bagaimana melakukan kewajibannya itu.

"Mbak masih ada pakaian yang bisa dipakai? Mbak mandi sekarang ya! Kalau gak ada, biar Aira ambil lagi pakaian Aira."

"Hmm.... Semua bajuku udah gak muat lagi Aira. Karena perut yang semakin membesar. Tapi aku pakai baju kamu ini masih bisa kok."
"Tetap harus ganti. Harus jaga kebersihan Mbak. Aira ke kamar dulu ambil pakaian yang baru. Sebentar ya Mbak!"
Menurut saja karena ia juga memerlukannya.

Langkah terburu-buru Aira masih saja Fauzan geramkan. Mendengus kesal dalam hati untuk satu manusia parasit yang kini juga menyusahkan istri yang tengah hamilnya. Mengekori dengan membawa segelas air hangat seperti setiap paginya yang harus Aira tenggak. Tubuh membuncit itu sibuk membuka dan memilah-milah pakaian yang ia yakini akan Aira berikan kepada Lisa.

"Kenapa gak langsung satu lemari aja kamu kasih ke Lisa. Repot banget. Nih, diminum dulu!"
Berjongkok sebentar untuk menghabiskan air hangatnya. Mengembalikan gelas kosong dan melanjutkan berkutat pada tumpukan pakaiannya.

"Mas, Aira perlu tambah pakaian big size lagi deh Mas. Sekalian cari perlengkapan untuk mbak Lisa. Enggak mungkin milik Aira terus yang Aira kasih ke mbak Lisa. Kurang Mas."
"Tunggu dulu! Maksud kamu apa?"
"Kita keluar cari baju baru. Perlengkapan mandi dan hal-hal kecil lainnya. Sekaligus isian kulkas kita Mas. Cemilan apapun itu."
"Jangan bilang untuk Lisa?"
"Iya. Untuk mbak Lisa dan Aira juga."

Mengurut geram kepala yang seakan kembali berdenyut. Panas telinga mendengar niatan baik istri polosnya ini. Tidak tahukah Aira, bahwasanya ia muak keberadaan Lisa yang menyampah. Akan terjadi hal yang ia pikirkan sejak semalam. Terjaga dari tidur hanya untuk menerka-nerka hal sial apa yang harus ia dan istrinya ini terima jika berlama-lama menerima satu manusia parasit seperti Lisa.
'Dari dulu memang sangat menyusahkan.'

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang