🍂Ibu-ibu Komplek🍂

436 57 4
                                    

Aira yang baru tiba, sudah bisa melihat bagaimana menangis sesenggukan nya Albi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aira yang baru tiba, sudah bisa melihat bagaimana menangis sesenggukan nya Albi. Ia cepat memarkirkan motornya. Berjalan menuju Albi dan mencoba untuk menggendongnya. Akan tetapi, Albi tidak mau untuk diambil alih oleh Aira. Ia terus menepis tangan Aira membuat Aira bingung.

"Albi.... Ini Bunda. Kenapa gak mau? Sini Sayang."
"Fauzan gak jadi ke sini?" Tanya Delia.
"Masih di jalan Mbak. Kalau begini terus, gak enak juga dengan mas Fauzan, Mbak."
"Mbak juga udah bingung Ai. Sedari tadi Mbak, Ibuk udah cari cara menenangkan Albi, tetap gak mau."
"Terus Ibuk kemana Mbak?"
"Ibuk ada di dalam. Lagi masak untuk nanti malam."

Tidak berapa lama, mobil Fauzan sudah terlihat memasuki pekarangan rumah Aira. Albi mulai meredakan tangisnya. Serasa ia sudah mengenal siapa pemilik mobil tersebut. Dengan gerak cepatnya Fauzan keluar dan langsung menghampiri Albi pada gendongan Delia.

"Hei.... Kenapa nangis Sayang?" Sapa Fauzan pada si kecil Albi.
Albi langsung merentangkan kedua tangannya untuk minta digendong dengan Fauzan. Fauzan terkekeh dan langsung mengambil alih Albi. Albi sudah bisa tersenyum lebar. Ia memeluk erat leher Fauzan dan menumpukan kepalanya pada pundak Fauzan.

"Semakin lama anakku benar minta pindah KK deh. Bisa-bisanya selengket ini sama kamu Zan. Aira aja yang selalu gampang ngebujuk anakku, tetap milihnya kamu. Heran deh."
"Hahaha.... Tidak masalah kalau memang Albi menjadi anakku. Aku suka dengan gemasnya Albi. Albi benar mau jadi anak Om ya?"

Albi mengangguk dengan senyuman manisnya.
"Abi au ain cama Om."
Semua menggeleng terheran dengan perubahan Albi yang sekarang. Sudah tidak lagi menangis kencang seperti sebelumnya.

"Mas, kita ke dalam ya."
"Kalian aja. Aku sama Albi masih mau di sini dulu."
Aira dan Delia meninggalkan Fauzan yang masih memilih bermain dengan Albi pada area luar rumahnya. Aira memilih membantu sang Ibu yang tengah berkutat di dapur. Terlihat mengaduk bahan-bahan makanan pada wajan yang panas.

"Assalamualaikum Ibuk."
"Waalaikumsalam Aira. Sudah pulang?"
"Sudah Buk."
"Nak Fauzan jadi ke sini?"
"Iya Buk. Aira merasa gak enak dengan mas Fauzan nya kalau Albi seperti ini terus Buk."
"Iya, Ibuk juga. Cuma Albi sudah terlanjur nyaman dengan Fauzan."

Aira mencuci kedua tangannya dan mengambil alih posisi sang Ibu.
"Aira.... biarkan Ibuk saja. Lebih baik kamu bersih-bersih diri kamu. Kamu kan juga baru pulang."
"Ini pekerjaan Aira juga Buk. Aira kan udah bilang ke Ibuk, kalau urusan dapur biarkan Aira aja."

"Karena sore ini kita kedatangan tamu spesial, Aira. Jadi Ibuk masakin menu baru. Takut gak cukup menu yang tadi pagi. Dan kurang layak kalau kita hidangkan untuk makan malam nanti."

'Tamu spesial? Kenapa Ibuk kelihatan senang banget kalau mas Fauzan yang datang? Kalau seperti ini terus, mas Fauzan malah semakin betah.' Batin Aira.

Dari luar pun ia bisa mendengar gelak tawa Fauzan dan Albi yang sangat riangnya. Terdiam mendengarkan hingga ia lupa dengan adukan bumbu yang hampir saja gosong.

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang