🍂 Pisah Ranjang? 🍂

646 56 24
                                    

Luka yang sudah terobati dengan baiknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luka yang sudah terobati dengan baiknya. Fauzan menghembus sebentar untuk mengeringkan cairan obat merahnya.

"padahal tadi udah mulai kering Mas. Mas kasih obat malah ngebuat lukanya basah lagi. Agak perih juga."
"Kamu membiarkan lukanya tanpa kamu bersihin dengan benar. Kalau infeksi gimana?"
"Cuma goresan kecil Mas."
"Enggak usah bandel! Ikuti aja apa kata suami kamu!"
"Ok, deh. Mas kalau lagi mode galak begini, nyeremin banget."

Tersenyum menanggapi keluhan Aira. Kembali terarah pada koper mereka. Memastikan tidak ada lagi barang yang tertinggal.
"Barang-barang kamu udah semuanya kan Sayang?"
"Udah Mas. Udah Aira masukin semuanya di koper. Kalau memang ada yang ketinggalan, kita kan bisa balik lagi Mas."

Mengepal geram kedua tangannya dikala tidak berhenti dirinya membayangkan bagaimana perlakuan buruk Mamanya terhadap Aira.

"Mas jadi mengabari Papa kalau kita pulang sekarang Mas?"
"Udah."
"Tanggapan Papa gimana? Aira merasa gak enak main pergi aja tanpa ada Papa, Mas. Apa udah cukup ya Mas kita menginap cuma 1 hari 1 malam aja. Enggak sampai 2 hari menurut Aira."

"Udah cukup Sayang. Di rumah sendiri lebih menyenangkan dan nyaman. Kalau sekiranya mas ninggalin kamu sendirian di rumah kita, mas gak akan khawatir lagi."
"Hihihi.... Sekhawatir apa sih suamiku ini? Aira kan baik-baik aja."

"Badan lemah dan tangan terluka begini kamu bilang baik-baik aja? Kamu ini tuh pintar banget menyembunyikan sesuatu ya. Berusaha baik-baik aja tapi nyatanya...."
Pelukan dari arah sampingnya dan kecupan pada pipinya menghentikan celotehan Fauzan.

Dengan senyuman menggoda Aira berhasil memancing senyuman kecil Fauzan.
"Berusaha meredam emosi Mas dengan ciuman kamu ini, hum?"
"Hmm.... Menurut Aira itu yang paling tepat. Itu yang Mas suka kan?" Menoel dagu Fauzan yang kembali merayu tertawaan lepasnya.

Fokusnya pun kini mengarah ke istri bocilnya. Merengkuh pinggang Aira dan menatap dalam kedua manik Aira yang ia sukai.

"Kenapa? Di mata Aira ada kotorannya ya Mas sampai Mas sefokus ini menatap Aira."
"Jangan berisik! Mas tengah mengagumi mata indah kamu. Semua akan tampak lebih nyata dari kedua mata kamu ini. Kejujuran dan kebohongan akan terungkap semuanya dari mata kamu ini Sayang. Setiap perkataan kamu, mas akan tahu kesungguhan atau kedustaan kamu. Tapi.... Bisa-bisanya mas gampang tertipu."

"Kata-kata Mas berat banget. Ada kalanya kebohongan sangat berguna untuk kebaikan Mas. Intinya, semua yang mengenai perasaan Aira ke Mas gak akan ada kebohongan. Aira suka, Aira cinta dan Aira cuma mau sama Mas doang. Mas masih meragukan itu?"

'Ini bukan soal hati kamu Aira. Soal Mama. Kamu terus berusaha setenang ini di hadapan Mas. Mas juga bingung mau menasehati kamu seperti apa. Di satu posisi mas malu dan di satu posisi lagi mas merasa menyesal ke kamu. Sikap Mama melukai hati Mas. Sesakit apa yang kamu rasakan atas perlakuan Mama, gak terlihat dari kedua mata kamu. Kamu terus bisa menunjukkan tatapan bahagia kamu seperti ini.'

Menanti LillahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang