Lima: Samsak

48 1 0
                                    

Mengenakan anting tindik acrylic hitam di telinga kanan, rambut spike awut-awutan, lengan seragam digulung pendek dengan seluruh kancing terbuka memamerkan t-shirt hitam yang melekat di tubuhnya.

Meski punya gaya urakan, sifatnya terlihat sangat bersahabat.

Kalau dilihat secara sekilas, Rifai tampak tak jauh berbeda dengan cowok-cowok pada umumnya.

Gelak tawanya yang menggelegar, ocehan kotornya, candaan mesumnya, obrolannya seputar dunia bola, games, musik, film, serta segala obrolan lainnya kerap menjadi pembahasannya setiap kali berkumpul dengan teman-teman sekelasnya.

Rifai membaur dengan banyak orang.

Tipe orang yang pandai bergaul memang.

Kalau dilihat sekelebat, otaknya yang gesrek tak akan nampak sama sekali di permukaan.

Mungkin, ada beberapa orang yang mengetahui betapa konyolnya Rifai, tetapi di sekolah sebesar dan seluas ini, aku yakin masih ada saja orang-orang yang belum mengetahui sifat aslinya.

Hanya segelintir saja yang mengetahui betapa biadabnya makhluk bernama lengkap Agrifai Yogas Prakasa itu. Tetapi selebihnya?

Mereka mengenal Rifai sebagai 'kiptin biskit ying kirin'.

Issh.

'kapten basket yang keren' apanya?

Mereka tidak tahu saja bahwa cowok itu tololnya tidak tertolong.

Aku terus memperhatikan Rifai secara diam-diam. Berdiri menyender di ambang pintu kelasku seraya melipat kedua tangan di dada.

Rifai dan teman-temannya yang se-RT itu sedang asyik bercanda sambil duduk di kursi besi panjang balkon tepat di depan kelasnya.

Tatapan nakalnya yang terkadang dia lemparkan pada cewek bertubuh aduhai sama sekali tak menggangguku.

Tak masalah.

Dia bahkan berhak menjalin kasih dengan cewek manapun yang dia mau.

Meskipun aku dinobatkan sebagai kekasihnya, tetapi aku merasa tak punya hak untuk melarang segala kegiatannya bahkan kedekatannya dengan beberapa cewek di sekolah ini.

Hidupnya sepenuhnya ada ditangannya.

Dia punya hak untuk berteman ataupun dekat dengan siapapun.

"Zura."

Aku tersentak ketika merasakan sesuatu menepuk pundak ku secara tiba-tiba.

"Lo ngapain nyender di pintu sendirian?"

Huh dasar.

Ternyata Olla, kupikir siapa.

"Nggak, La, gue gak lagi ngapa-ngapain, cuma lagi asyik liat pemandangan, kok."

"Pemandangan apaan?"

"Pe-pemandangan ..." Aku tergugup. Jangan sampai Olla mengetahui bahwa yang sedari tadi ku perhatikan adalah Rifai bersama geng-nya. "Gue lagi liat pemandangan balkon, La. Haha." Tawaku benar-benar garing. Olla pasti akan menganggapku aneh.

"PSYCHOPLAK"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang