Sembilan: Beruk

15 2 0
                                    

Meski kedap suara, aku yakin betul kalau cewek yang ku ajak ke rumah tadi saat ini pasti sedang menangis.

Aku mengetuk pintu. Sudah setengah jam cewek itu berada di kamar mandi.

Keluar dari kelas, aku membujuk Silvina untuk ikut pulang ke rumahku.

Tepat di depan gerbang, Pak Muklis dan Pak Kurniadi yang dibangunkan dari tidur lelapnya langsung memberondongku dengan berbagai pertanyaan tentang kenapa aku keluar dari gedung sekolah bersama seorang cewek berseragam.

Dasar ceroboh, justru seharusnya aku lah yang bertanya, kenapa dua satpam itu tidak menyadari ada seorang cewek yang bersembunyi dengan apik di gedung sekolah hingga larut?

Seharusnya dua satpam itu mengecek setiap kelas, kan?

Kenapa mereka bisa sampai kecolongan?

Di interogasi dengan berbagai pertanyaan yang menyudutkan, secepatnya ku raih uang di dalam dompet yang telah ku temukan di kolong meja kelasku lalu ku pakai untuk uang tutup mulut.

Aku memberi mereka bayaran yang pantas agar tidak sampai membocorkan rahasia mengenai aku yang malam-malam datang ke sekolah serta Silvina yang ku temukan di dalam sekolah juga.

Tali yang dipakai Silvina untuk percobaan bunuh diri sudah terlebih dulu ku amankan.

"Silvina?" Aku kembali mengetuk pintu. "Lo udah selesai kan mandinya? Udah gue siapin baju nih. Lo pake aja, gue mau ke dapur dulu."

Tak ada jawaban.

Aku bergegas pergi ke dapur lalu segera memasak.

Selesai memasak, ku sajikan masakan menggugah selera ini di atas meja makan. Menatapnya sejenak kepulan uap panas yang menyeruak memanjakan penciuman, lalu bergegas untuk membawanya saja menuju kamar di lantai atas.

Nampan berisi semangkuk sup ikan kakap merah serta sepiring nasi ku letakkan tepat di atas nakas samping tempat tidur. Kemudian aku duduk di samping cewek yang saat itu sudah duduk manis di atas ranjang mengenakan piyama milikku. Tampak sangat pas di tubuhnya.

"Lo pasti belum makan, kan?"

Cewek di hadapanku hanya menunduk dengan pandangan kosong.

"Gue udah masak lho, masa gak mau dimakan?"

Cewek itu tidak merespon. Dia hanya menunduk lesu sambil bernapas. Hirupan napas paling berat yang pernah kudengar.

Tetapi tak apa, setidaknya pipinya kini sudah tak lagi basah.

Meski kedua matanya masih sangat bengkak efek kebanyakan menangis, setidaknya dia sudah terlihat sedikit lebih tenang.

"Silvina ..." panggilku lemah lembut.

"Lo tau nggak? Ikan kakap yang gue masak ini mengandung vitamin D, lho. Ada vitamin E nya juga." Aku mulai nyerocos. Berusaha mencairkan suasana. "Vitamin D itu bisa bikin tulang kuat, terus vitamin E nya bisa ngedukung pertumbuhan sel darah merah yang sehat, ngebantu transportasi oksigen, terus juga jadi antioksidan alami bagi tubuh."

Silvina tak menanggapi.

"Pokoknya kandungan gizinya banyak banget, deh. Rendah kalori, kaya protein, mengandung magnesium, selenium, terus juga omega-3. Rugi banget lho kalo gak di makan."

"PSYCHOPLAK"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang