Empat tiga: Bangkit

3 1 0
                                    

Duduk menyender di bingkai jendela, tangan kiri menggenggam kalung perak yang dahulu diberikan Rifai untukku sebagai hadiah ulang tahun.

Mengamatinya beberapa lama. 

Sayang sekali, aku belum sempat bertanya, apa makna capung dari liontin yang dia berikan untukku?

Apakah aku selincah capung?

Entah mendapat ide darimana dia untuk memberikanku hadiah seindah dan semahal ini?

"Awas aja kalo tuh kalung lo lepas, gua copotin tuh!"

"Kalungnya?"

"LEHER LO!"

Memejamkan mata rapat, aku menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan.

Sungguh, butuh waktu seumur hidup bagiku untuk beradaptasi dengan kesendirian ini.

Untuk terbiasa hidup tanpa Rifai di sisiku.

Banyak hal yang telah berubah belakangan ini.

Pantai ... sungai ... danau ... bahkan irama hujan pun telah berubah.

Tetapi, rindu ini masih tetap sama, masih selalu tertuju padanya.

Rasa ini pun tidak pernah pudar.

Berjuta andai selalu memenuhi, tetapi tidak akan pernah terjadi.

Berkhayal selayaknya waktu bisa mundur sedikiiit saja, tak akan pernah ku sia-siakan dirinya.

Aku sangat menyesali pernah begitu dalam melukainya.

Hingga dia pergi ...

Sungguh, aku sudah tak kuat. Ada lara mendekapku erat.

Sudah terlalu merindukannya.

Tetapi, mau sampai kapan aku terus begini? Masa depanku telah menanti. 

Setelah terpuruk, manusia harus kembali bangkit, bukan?

Aku harus pergi dan mengemasi segala asa.

Aku akan menjemput mimpiku berjuang mewujudkan cita-cita ku.

Aku akan bahagia dengan cara lain yang bukan cinta.

Aku harus segera mandi dan bersiap menjelang napas baru.

Lagipula, ujian semester genap akan segera tiba. Aku harus mempersiapkan diri dari sekarang.

Tentunya bukan hanya kenaikan kelas saja yang ku harapkan, namun mampu meraih nilai tertinggi atau minimal diatas rata-rata kelas juga menjadi tujuanku. 

Keberhasilan tidak lepas dari adanya dukungan, terutama dukungan dari diri sendiri.

Aku akan berusaha untuk hidup dengan normal. Belajar dengan sangat giat demi menghadapi ujian nanti.

Ku sambar handuk lembut berwarna ungu, menanggalkan piyama, kemudian membersihkan diri di kamar mandi bersiap untuk berangkat sekolah.

"PSYCHOPLAK"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang