Enam enam: Diculik

9 1 0
                                    

"Riz, sebenernya lo mau bawa gue kemana, sih?"

"Jalan aja terus. Namanya juga surprise. Gak asyik dong kalo gue kasih tau sekarang."

Dengan lamban, kaki ku langkahkan di tuntun seorang cowok yang menyungkup kedua mataku dengan telapak tangannya. Sulit sekali berjalan dengan mata tertutup seperti ini, sungguh.

Sore ini Rizlan berkunjung ke kediaman ku, mengatakan bahwa dia mempunyai kejutan untukku. Dia tidak bisa menahan diri lagi untuk segera menunjukkannya padaku. Aku menyetujui ajakannya. Makanya sekarang aku berada disini. Di istana milik seorang pelukis terkenal.

Rizlan Aditya Pradhana.

"Pokoknya sebelum gue suruh, lo gak boleh buka mata, ya."

"Gue jadi makin penasaran, deh." Namun meski begitu, aku tetap menuruti apa yang disampaikan Rizlan.

Ceklek ...

Terdengar pintu yang semula terkunci kini terbuka.

"Ini ruangan rahasia gue. Gak seorang pun pernah dateng kesini."

"Tapi sekarang lo bawa gue kesini?"

"Iya, cuma lo doang satu-satunya cewek yang gue ajak kesini."

"Kalo gitu, gue udah boleh buka mata?"

"Jangan, jangan!" tandasnya. "Gue minta kesabaran lo dikit lagi. Jangan dulu buka mata."

Aku masih memejamkan mata rapat tatkala kedua tangan mendarat di kedua bahuku, menuntunku untuk terus berjalan hingga sepertinya kini aku sudah berada di tengah ruangan yang katanya 'rahasia' itu.

Entah apa yang hendak Rizlan tunjukkan padaku. Selama di dalam perjalanan menuju kesini, di dalam mobil, sambil mengemudi, Rizlan terlihat sangat bersemangat. Senyuman berhias lesung pipi yang dalam itu sedikitpun tak pernah luntur di wajahnya yang dipenuhi kilau kebahagiaan.

"Nah, dalam hitungan ke-tiga, lo buka mata ya." Rizlan memberi instruksi. Aku menurut patuh. "Satu ... dua ... tiga ... buka."

Tepat ketika Rizlan akhirnya memperbolehkan ku untuk membuka mata, seketika mataku yang sebelumnya terpejam dalam, kini membola, membulat sempurna.

Mulutku refleks menganga membentuk gua. Amat sangat terkejut hingga kini tanganku terangkat menyungkup mulutku sendiri, meredam takjub ekspresiku.

Di sana, di tembok yang di dominasi cat putih-ungu warna favoritku, terpampang lukisan wajahku dengan berbagai ekspresi. Iya. Wajahku.

Aesthetic art dari mulai mimik kalem, senyum sumringah, tertawa lepas, terbelalak kaget, terlelap, melamun, manyun, hingga ekspresi cemberut ngambek macam anak TK pun ada.

Colorful face.

Selaras dengan tanggal lahirku, terhitung ada sebelas lukisan yang terpasang di dinding.

Lukisan berukuran 3x3 meter yang Rizlan ciptakan nampak begitu detail. Seolah dia membuatnya dengan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk ia tuangkan ke dalam kanvas. Seolah setiap detailnya harus lah sempurna.

Seni rupa dua dimensi itu dibuat amat sangat mirip denganku. Aku sendiri merasa sedang bercermin setiap kali netraku terarah pada lukisan dengan sapuan cat akrilik yang terlihat begitu halus itu.

"PSYCHOPLAK"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang