Tiga puluh: Hadiah

8 1 0
                                    

"Zura!"

"Kak Jingga?" Aku tersenyum sumringah ketika mengetahui bahwa yang memanggilku dari kejauhan adalah si ketua ekskul PMR.

Terengah, cewek berambut keriting gantung itu menghampiriku dengan ceria.

"Hei, Ra, kamu apa kabar?"

"Yah, seperti yang Kakak liat, beginilah kabar saya sekarang."

Kak Jingga bisa melihat sendiri tongkat kruk yang ku kenakan setiap kemanapun aku berjalan.

Cewek di hadapanku yang tadinya ceria kini berubah muram.

"Maaf ya waktu itu Kakak gak ikut jengukin kamu bareng sama Pak Aris."

"Gapapa kok Kak, lagian sekarang saya udah baik-baik aja." Aku tersenyum menenangkan. "Nih buktinya udah bisa sekolah."

Kak Jingga terkekeh kecil. "Ya udah yuk ke ruang ekskul bareng."

"Ayo," sahutku mantap. "Ini juga saya sama Rizlan lagi mau ke ruang ekskul, Kak. Pasti saya ketinggalan banyak banget pelajaran ya selama berminggu-minggu gak masuk?"

"Bukan ketinggalan lagi, Ra, pembahasannya udah jauh banget. Ya tapi mau gimana lagi, kan kamunya lagi sakit. Kakak siap kok bantuin kamu belajar."

"Woah ... serius, Kak?" tanyaku memastikan.

"Serius dong," angguknya.

"Oya, selama gue sakit, lo juga pasti gak masuk ekskul, kan?" Aku bertanya pada cowok yang berjalan bersisian denganku.

"Ya nggak lah. Sekolah aja nggak, apalagi ekskul."

"Kamu gak sekolah demi nemenin Zura di rumah sakit, ya?" Kak Jingga mengajukan pertanyaan dengan nada menggoda membuat yang ditanya memalingkan wajah seraya mengusap belakang telinga.

"Ehem ..." Kak Jingga berdeham. "So sweet banget, sih. Kalian pacaran, ya?"

"APA???"

Aku dan Rizlan menyahut secara bersamaan. Intonasi suara kami juga sama tingginya. Raut wajahku maupun ekspresinya sama-sama terkejut mendengar pertanyaan Kak Jingga. Aku hanya terus saling berbalas tatap dengan Rizlan.

Canggung rasanya kalau sudah membahas hal ini.

Sejak pertama Rizlan menyatakan cintanya padaku di rumah sakit waktu itu, kami sama sekali tidak jadian.

Telingaku dengan jelas mendengar pengakuan Rizlan. Dia mengungkapkan perasaannya padaku. Akan tetapi, sampai kini pun hubungan aku dengannya hanyalah teman.

Meski tahu betul perasaannya yang sesungguhnya, aku tetap bersikap senormal mungkin di hadapannya.

Rizlan menyukaiku. Aku cukup tahu saja. Tak ada letupan dalam hati. Tak ada niatan untuk membalas perasaannya. Hatiku milikku. Aku tidak sedang menyukai siapapun dan tidak berminat menjalin hubungan dengan siapapun.

Demi mencairkan suasana, aku berdeham.

"Jadi bener nih? Kalian jadian, kan?" Kak Jingga kembali bertanya.

"PSYCHOPLAK"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang