"Gue sedih banget deh, Ra."
Sama-sama mengenakan jas hujan, aku dan Olla berteduh di koridor lantai dasar.
Aku ke sekolah dengan mengendarai motorku, sedangkan Olla datang di antar Rully yang saat ini masih sibuk memarkirkan motornya.
"Sedih kenapa?"
"Gue akhir-akhir ini jarang nge-date sama si Rully, gara-gara hujan mulu, sih."
"Hujan tuh berkah kali. Lagian, lo bisa kan nge-date di rumah aja? Gak usah jauh-jauh main keluar."
"Gak bisa gitu dong. Kalo di rumah doang kan gak seru." Olla cemberut monyong. "Gue pengen nonton, pengen jalan-jalan ke mall, terus juga ke taman bunga, taman hiburan, tapi gara-gara hujan mulu tiap sore sampe pagi, rencana nge-date gue selalu batal, deh."
"Ya udah sih gak usah nge-date," ujarku enteng. Secara perlahan, ku lepas jas hujan berwarna ungu yang ku kenakan. Olla juga mulai melepas jas hujan hijau miliknya.
"Enteng banget sih lo ngomong kayak gitu, Ra, lo gak ngerti apa gimana rasanya kencan yang udah direncanain mateng-mateng, terus harus terpaksa dibatalin gara-gara cuaca."
"Ya lo tau sendiri kan, bulan ini udah mulai masuk musim hujan. Jadi lo jangan kaget kalo tiap sore hujan turun."
"Tapi derasnya gak kira-kira. Masa sekalinya turun hujan, dari sore sampe pagi gak berenti-berenti sih, awet banget kayak pake formalin."
"Iya, sih." Aku mengangguk setuju. "Udah tiga hari ini hujannya galak banget. Rakus. Seolah-olah kayak gak mau ngasih kesempatan matahari buat gantian menerangi bumi."
"Hihi ..." Olla terkekeh kecil. "Kata-kata lo puitis banget, sih."
Mendengarnya, aku juga terkekeh, "Kayak quotes ya kata-kata gue?"
"Iya, lho." Olla mengangguk mantap.
"Tapi gue bener, kan? Hujannya galak banget, curah airnya tinggi, kemarin aja gue liat di TV banyak daerah yang kebanjiran."
"Iya!" Olla menyahut heboh membuatku sedikit terhenyak. "Kemarin juga gue nonton beritanya di tv, banjirnya udah kayak tsunami lho, ngeri banget."
Aku mengangguk.
"Iya, La, gue prihatin banget, deh." Aku menunduk sendu seraya menghela napas berat. "Saking parahnya hujan tahun ini, banyak banget daerah yang kebanjiran. Makan banyak korban jiwa. Terus juga mereka yang kebanjiran mau gak mau harus kehilangan harta benda, surat-surat penting kayak akte kelahiran gitu, kartu keluarga, terus juga ijazah. Pokoknya banyak, deh. Biasanya daerah-daerah yang sering kebanjiran gitu kalo musim hujan suka persiapan dulu, tapi hujan kali ini saking parahnya, mereka jadi gak sempet persiapan dan akhirnya terpaksa deh harus kehilangan banyak barang penting."
"Ih Zuraaa ..." Olla mengguncang-guncangkan lenganku sambil merengek. "Gue sedih banget deh ... kasian ya mereka ... mau gak mau harus ngungsi ... terus juga harus kehilangan banyak barang berharga. Gue aja yang kehilangan gantungan kunci doang keselnya sampe berhari-hari, apalagi mereka yang berjuang di tengah banjir. Mereka harus rela kehilangan semuanya, termasuk ... nyawa." Olla melotot horor.
Aku melipat kedua tangan di dada diiringi seringai, "Jadi? Apa lo masih mau ngeluh?"
Mendengar ucapan sarkas-ku, Olla menggeleng cepat dengan bibir memonyong seolah merasa bersalah karena sudah mengeluh tentang hujan, padahal diluar sana banyak sekali orang yang kurang beruntung karena dengan turunnya hujan, begitu banyak dari mereka yang harus kehilangan rumah.