"Anak-anak! Ayo kumpul dulu. Bapak mau ngasih informasi penting untuk kalian!"
Pak Royendra menginterupsi kegiatanku yang sedang asyik bermain bulutangkis dengan Olla. Beliau juga menginterupsi berbagai kegiatan seru yang tengah di lakukan teman-teman sekelasku yang tengah asyik bermain sepakbola maupun voli di lapangan upacara sekaligus lapangan olahraga ini.
"Pak Royendra tumben banget dateng-dateng langsung mau ngasih info gitu." bisikan Olla ku balas dengan menggidikkan bahu, tak tahu apa yang hendak disampaikan guru olahraga berusia dua puluh tujuh tahun itu.
"Info penting apa, Pak?" tanya Agung.
"Sebentar lagi akan di adakan perhelatan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional Tingkat Provinsi tahun 2020." Siswa-siswi bersorak heboh mendengar penuturan Pak Roy. "Kira-kira siapa disini yang mau ikut berpartisipasi?"
Hampir semua siswa mengacungkan tangan begitu excited mengajukan diri ingin ikut serta dalam turnamen.
"Saya, Pak, saya!" seru Henry semangat betul.
"Saya juga ikutan, Pak! Demi mengharumkan nama sekolah widihhh!" seru Defaz lalu ngakak. Agung, Yanuar, dan Waluyo juga ikut ngakak.
"Saya!"
"Saya!"
"Saya!"
Bukan hanya anak cowok, tetapi banyak pula anak-anak cewek yang mengajukan diri penuh semangat untuk mengikuti turnamen.
Aku hanya celingak-celinguk menyaksikan betapa teman-temanku begitu riang gembira mendapat informasi dari Pak Royendra.
"Zura."
Refleks, aku menoleh dengan sangat cepat tatkala mendengar namaku disebut.
"Bapak perhatikan, selama ini kamu jago lari lho, kamu gak mau ikut partisipasi juga?"
"Nah! Bener tuh, Pak!" Pipit si cewek sipit mengaminkan penuturan Pak Royendra. "Zura kan jago lari, kakinya lincah banget, menurut saya kayaknya dia cocok banget deh ikutan lomba lari jarak jauh."
"Gue juga setuju tuh!" Firda berseru. "Ra, lo kan jago lari, ikutan aja. Gue yakin, kalo lo daftar pasti menang!"
"Iya bener, Ra, ikutan aja. Waktu itu aja lo bisa nyusul kita-kita pas lari lima putaran." Jasmine yang bicara.
"Bener banget si Jasmine!" Shanti mengangguk setuju.
"Iya gih, Ra, ikutan aja!" seru Berlin menggebu-gebu.
"Kaki lo sekarang udah gak sakit kan, Ra?" Disaat orang-orang fokus memintaku untuk ikut berpartisipasi dalam lomba, Olla lebih terfokus pada keadaan kakiku yang seminggu lalu ditendang Rifai hingga lebam.
"Udah gak berasa apa-apa kok sekarang." Aku tersenyum menenangkan.
"Gimana, Zura? Apa kamu mau ikut partisipasi juga?" Pertanyaan Pak Roy sukses membuatku berpikir keras. "Bapak sangat mengharapkan kamu untuk ikut serta karena Bapak percaya dan yakin sama potensi yang kamu punya."
Semua mata tertuju padaku seolah begitu menanti-nantikan jawabanku.
Masalahnya, seumur hidup aku belum pernah mengikuti turnamen olahraga.
Sejak SD, yang aku ikuti selalu kompetisi dalam bidang Sains. Seperti Fisika, Kimia, Matematika, Astronomi, dan Biologi. Sudah banyak sekali medali yang ku dapatkan. Belasan medali emas, perak, maupun medali perunggu. Selain itu, aku juga mendapat hadiah berupa uang tunai.
Meski sudah dilatih berenang sejak kecil, aku tak pernah berminat mengikuti lomba di bidang non-akademik. Selain itu, meski di anugerahi kaki yang super cepat serta kuat, tetap saja tak pernah sekalipun aku berpikir untuk mengikuti turnamen olahraga.