Enam empat: Terpaksa

10 1 0
                                    

Pagi-pagi sekali sesosok makhluk pe'a sudah stay di depan rumahku. Menekan bel secara ngegas. Dari balkon aku bisa melihat supercar-nya yang terparkir di depan gerbang.

Mau tak mau, aku menuruni anak tangga, keluar untuk menemuinya yang sudah bernafsu sekali mengganggu orang sedini ini.

Menguap, aku masih sangat mengantuk. Rambut panjangku tergerai acak-acakan. Masih mengenakan piyama. Aku tak peduli Rifai melihat muka bantal ku.

Alih-alih berbicara dengan kalem seperti tempo hari, ku bentak lantam dia, "Ngapain sih lo kesini?!"

"Nanti siang lo kerja?"

"Yang ditanya apa, jawabnya apa," Aku bergumam menatap Rifai dengan tampang datar selama beberapa detik.

"Ra, nanti siang lo kerja?"

"Ya iyalah kerja! Pake nanya lagi!" Aku mengamuk.

"Sewot amat lo gua nanya secara baik-baik juga!" Rifai balas mengamuk. "Lagian gua dateng kesini tuh dengan maksud baik!"

"Baik sih baik, tapi ya jangan subuh-subuh juga dong!"

Tadi saat pertama kali aku membuka mata, jam dinding baru menunjukkan pukul 04:45.

"Um, tapi ada bagusnya juga sih lo bangunin gue jam segini. Udah waktunya shalat subuh."

"Oh, udah jadi ustadzah lo sekarang?"

"Se-brengsek apapun manusia, shalat itu kewajiban." Aku memberi petuah. "Ya siapa tau aja dengan gue rajin shalat, secara otomatis gue bakal dijauhkan dari setan."

"Pas nyebut 'setan' kenapa mata lo ngeliatnya ke arah gua?" Rifai protes.

"Gak peka ya lo?" Aku melipat kedua tangan di dada. Mengukir seringai mengejek.

"Sialan. Lo nganggep gua setan?"

"Kalo udah nyadar, pulang sana!" usirku kejam.

"Enak aja lo maen usir-usir." Rifai menyorot tajam tak terima. "Gua dateng kesini tuh karena ada keperluan penting. Gini-gini gua tamu, lho! Lo gak mau nyuruh gua masuk terus nyuguhin minuman sama cemilan gitu?"

"Males banget gue ngeladenin tamu ngelunjak kayak lo." Aku memutar bola mata sebal. "Pulang gih."

"Ra, gua serius. Ada hal penting yang pengen gua omongin sama lo."

"Halahhh ... dari kemarin-kemarin bilangnya pengen ngomongin hal penting tapi gak ngomong-ngomong. Gue tau, ini cuma akal-akalan lo aja, kan?"

"Lah, lo gak percaya?"

"Kehadiran lo aja gak penting bagi gue, apa yang bakal lo omongin juga paling gak penting. Udah sana pulang gih."

"Gak! Gua bakal tetep stay disini sampe lo mandi, sampe lo kelilit tali BH lo sendiri juga bakal tetep gua tungguin. Gua pantau."

"Gak ada kerjaan banget emang nih anak sultan." Aku bergumam. Berdesis jengah.

"Apa lo bilang barusan?" kernyit Rifai.

"Minggat sana!" usirku mutlak. "Jangan sampe gue mutusin buat pelihara anjing yang bakal gue tugasin cuma buat ngusir lo."

"Segitunya lo gak pengen ngeliat muka gua? Segitu jijiknya lo sama gua?"

"PSYCHOPLAK"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang