Makhluk Manis

9 9 0
                                    

Pagi di hari senin dengan terik
matahari yang begitu cerah, suara dari mic milik Pak Abdi sudah terdengar membuat murid-murid berlari ke arah lapangan.

"Lima menit lagi, semua sudah
harus membentuk barisan yang
rapi!, karena upacara akan segera kita mulai"

Fajar dan teman-temannya, sibuk
mencari pinjaman kepada anak
OSIS yang mempunyai atribut
lebih.

"Lo ada topi dua gak anjir lupa
bawak ni gue," tanya Angkasa pada Reno anak kelasnya yang menjadi anggota osis, "Sumpah mingdep gue bawak deh Ren,"

"Ah elo, dari minggu kemarin
minjem mulu katanya mau
bawak" Jengah Reno pada laki-laki itu, lalu memberikan topinya "Nih awas yah lo, senin depan gak bawak lagi. Beneran gue aduin ke pak Abdi!"

Angkasa menepuk pelan bahu Reno. "Gitu dong, kan jadi bestie kita."

"Halah bacot lo Sa."

Angkasa menghampiri barisan
teman-temannya. "Liat dapet topi
gue kan,"

"Halah minjem Reno lagi lo kan" tebak Anggas. "Tu orang pasti muak banget tiap senin, dihantui sama Angkasa yang minjem topi mulu."

"Udah diem anjir, lo gak liat tu
mata pak Abdi udah kayak mau
nerkam kita" Beritahu Sean, saat
temannya masih sibuk.

Angkasa agak memelankan suaranya "Aelah goyang bener lo kayak setang becak,"

"Setang becak emang goyang?"
tanya Angga polos. "Setau gue
kendaraan yang goyang itu, sepeda goyang cuy" "Serah lo dah anj!" Jengah Bumi. "Ni bocah satu ngomong mulu, ntar disuruh kedepan kita ege"

"Biar sekalian TP-TP ya gak Ga?"

Angga mengerutkan keningnya,
"apaan tu TP-TP sa?"

"Tehar pesona katrok!"

"Gak bisa diem lo semua?" tanya
Langit dingin, membuat keempatnya langsung diam tak berani membuka suara lagi, Langit  kalo udah ngomong nya dingin gini nyeremin, tapi asli ya asik aja.

Tak lama Angkasa membisikan
sesuatu dengan suara pelan pada
Sean, "Fajar mana cok?"

Sean menunjuk ke arah kanan,
dimana Fajar berdiri berdekatan
dengan pacarnya.

"Buset, bucin aja yang udah punya pacar dah."

Upacara masih berlangsung,
nasihat panjang lebar dari pak
Abdi tak kunjung selesai. Bulan
rasanya ingin cepat-cepat agar
upacara segera berakhir.

Bulan menyipitkan matanya, saat
sinar matahari tepat di depannya. Berulang kali menghembuskan nafas, karena keringat sudah hampir membasahi wajahnya, belum lagi mendengar ocehan Sasha yang sejak tadi tak berenti.

"Astaga panas banget gila" Protes Sasha, "anj sunscreen gue tahan
gak ni ya,"

Sasha mengibaskan wajah dengan kedua tangannya. "Huh panas banget Bul, lama banget ceramah nya astaga."

.
"Sha diem deh, ntar keliatan pak
Abdi."

Sinar matahari tiba-tiba
hilang dari pandangan Bulan,
membuatnya bisa membuka
mata sempurna. Bula melihat
didepannya, seorang laki-laki
bertubuh tinggi menghalangi sinar matahari dari Bula.

Dia Fajar, Laki-laki itu menoleh kebelakang saat Bulan masih memandanginya.

Fajar tersenyum kearah nya, dan
mengedipkan satu matanya.
"Apaansih, ngapain disitu" ucap
Bulan pelan. Laki-laki itu masih tersenyum, senyum yang selalu ingin Bulan lihat. Fajar mengangguk pelan, yang artinya tidak apa-apa.

"Balik sana Kak, ntar ketauan lo gak baris sama anak kelas lo." Bisik Bulan pelan. "Tenang Bul, asal lo senang."

Bulan tersenyum kecil, "apaan sih Kak "

FAJAR UNTUK BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang