Sasha melihat dari balik kaca seorang laki-laki yang terbaring di brankar. Menghela nafas, karena sedikit merasa bersalah, tapi selalu teringat juga perlakuan buruk Dika terhadapnya. Sasha berbalik badan, lalu melihat seorang laki-laki yang dia yakini itu adalah papa Dika. Sasha menggenggam erat kedua tangannya, takut takut menatap mata tajam milik Reno, papa Dika.
"Masih berani kamu kesini?" Suara berat Reno membuat Sasha menunduk tak berani melihatnya.
Sasha menghela nafas berkali-kali. "Jangan karna saya lagi diem kamu bisa seenaknya, saya bisa aja ngancurin mimpi kamu tanpa belas kasian ya."
Sasha menakutkan kedua tangannya semangkin erat, dia takut. Tapi lebih takut jika mamanya akan juga terkena masalah. Sasha ingin sekali melawan, dan membela diri. Reno memelankan sedikit suaranya. "Mama kamu, bisa aja saya hancurkan dalam waktu
singkat."Sasha meremas ujung celananya, berusaha menahan air matanya sejak tadi, "Om gak bisa macem-macem sama mama saya!" Ucap Sasha berusaha berani dengan suara bergetar. "Bisa apa kamu? Saya punya
banyak koneksi.'Sasha menatap papa Dika dengan tatapan tajam. "Saya bisa laporin Dika karna ngelakuin kekerasan!"
"Saya bisa dengan mudah ngeluarin dia, cuma karna itu."
Sasha terngaga. Keluarga Dika memang punya banyak koneksi, dan tidak mudah melawannya. "Kamu mau bebas dari masalah. ini?" Tanya Reno dengan senyum licik di ujung bibirnya. Sudah terpikir sejak lama, apa yang ingin dia lakukan.
Sasha menatap Reno dengan
pandangan sulit diartikan.
Reno mendekat, dengan senyum
liciknya. "Keluarga kamu, harus
menyetujui pejualan tanah panti
asuhan milik keluagrga Hartono.""GAKI" Sasha membantah dengan
keras. "Sampai kapan pun mama
gak akan pernah ngasih panti itu
ke siapapun, panti itu akan selalu
dijaga sama Buk Malah.""Terserah, semua keputusan
ada di tangan kalian" Ucap Reno
tersenyum licik. "Atau masalah.
kamu akan saya buat lebih rumit.
dari ini"Sasha meremas ujung celananya.
"BRENGSEK!"
.....
"Perpisahan nanti, kita harus
lengakap Ye" Ucap Angga "Fajar udah
balik, jadi harus pada lengkap.
lah,""Ntar lo juga harus pake baju SMA
MERDEKA ya Jar?" Kata Angkasa
karena baginya walaupun Fajar
tidak tamat dari situ, Fajar punya
bagian cerita di sekolah itu.Babch Kim datang membawa Kopi
milik Langit. "Ntar ajak babeh la."
"Yaelah Beh, jangan kan itu ke
Jepang pun kalo mau ikut hayuk
atuh," Ekal berdiri disamping
babeh Kim. "Ntar pake baju putih
abu-abu juga yah Beh?""Yakali baju gitu jaman dulu
punya gue" Kata Babeh Kim
dengan wajah jutek, babeh Kim
juga berbicara santai dengan
anak-anak yang sering angkring
di warungnya, "Gue mah, gini-gini
jaman SMA banyak yang naksir.""Aduh Beh, keren juga babeh ni
kalah si Angkasa kalo gini" Goda
Sean tertawa pelan.Babeh Kim membenarkan kaun
sarungnya dipinggang. "Santai lu
Sa, babeh mah sekarang udah
gak ganteng, tapi kalo babeh muda
dulu ya gantengan babeh lah."Angkasa menatap Babeh Kim sinis.
"Ngaku-ngaku ni, orang gue gak
pernah liat foto babeh pas jaman
babeh muda."Babeh Kim menatap Angkasa tengil
"Ye gak percaya lu kutu kupret."
Semua tertawa karena Angkasa
mencibiri Babeh Kim yang belagak
sok ganteng.Fajar mengambi sebatang rokok,
lalu mengambil kurek. Laki-laki
itu, menghirup rokok ditangannya
lalu membuang asap tepat di
wajah Angga"Ah tae lu Jar" Ucap Angga
mengibas-ngibas asap karenaa
membuatnya batuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR UNTUK BULAN
Ficção Adolescente"Pada akhirnya, sejauh apapun mengerjar Fajar dan Bulan mereka tak akan pernah bersatu. Walaupun mereka beriringan di langit yang sama" Haii..... aku Bulan, kalian tau kan siapa Fajar? Dia itu sosok pemuda yang bisa buat aku kagum sama dia. owh iya...