Mari Berpisah

9 4 0
                                    

Bulan berlari kecil ke halte, takut ketinggalan halte menuju rumahnya. Dia sepersimpangan. Cafe kanesha, tempat biasa. kumpul dengan teman-temannya.

Langit mendung, dan sudah mulai gerimis. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Mungkin, juga dia tidak sempat menunggu bis, karena sudah tertinggal. Bulan menghentikan langkah nya. hujan mulai deras. Tapi langkah nya tak juga berlari menepi. Bulan melihat Fajar, melihat laki-laki itu dengan seorang perempuan.

Ditengah hujan, Bulan belum beranjak. Mendengar semua obrolan mereka walaupun samar-samar, Bulan seakan bertanya, Fajar akan pergi kemana? Kenapa perempuan itu tau, dan Bulan tidak.

Kaki Bulan melemas, saat
perempuan itu memeluk Fajar, lalu menyatakan perasaannya. Dan sialnya, yang membuat jantung Bulan terpacu lebih cepat adalah, Fajar balas memeluk perempuan itu.

Bulan melihat ponsel nya saat ada satu notif kasih dari Sasha. Mengernyit heran, karna Sasha bertanya tentang kepergian Fajar. Bulan mundur beberapa langkah, lalu pergi dari halte, membiarkan derasnya hujan membasahi tumbuhnya.

"Kak lo mau pergi kemana?"

"Kak kenapa gue ga tau apa-apa?"

....


Fajar datang ke rumah Bulan, tapi perempuan itu tidak ada. Fajar sengaja menghindari Bulan karna belum siap mengatakan semuanya. Fajar takut Bulan akan sedih. Tapi, disinilah Fajar bediri. Didepan gerbang sekolah, padahal sudah sore, dan hujan pun sudah reda. Fajar menghubungi Bulan dan perempuan itu memintanya bertemu di gerbang sekolah yang
sudah tidak ada murid-murid lagi.

"Bulan?" Panggil Fajar setelah
membuka helm dan turun dari
motornya. Fajar melihat seragam
Bulan basah semua. Fajar melepas jaketnya, lalu diberikan ya pada Bulan. Tapi perempuan itu masih diam menatapnya. "Bul kenapa disini? Kenapa belum pulang? Gimana kalo terjadi sesuatu lagi dengan lo, Bul?"

Bulan menata Fajar. "Kak ada yang mau lo omongin Gak?"

Fajar mengernyit bingung, tak
mengerti. "Bul, ada apa?"

Bulan terkekeh, miris. Fajar masih bisa bertanya ada apa, kadang Bulan berfikir, sebenarnya dia siapa dihidup Fajar. "Kak, Gue siapa lo si Kak? Gue gak sepenting itu dihidup lo ya Kak?"

Fajar menarik nafas dalam.
"Bul..."

Bulan memotong ucapan Fajar. "Kenapa Kak? Dari banyak nya orang lain yang gak penting, kenapa harus gue yang lo jadiin
gk penting setelah semua yang lo
lakuin."

"Bul, bisa dengerin gue dulu?"
Tanya Fajar dingin.

Bulan menepis tangan Fajar saat akan menyentuh bahunya. "Mau pergi kemana Kak Fajar?" Tanya Bulan akhirnya tak bisa menahan air matanya, terlepas dari kejadian ini, yang membuat Bulan takut adalah kemana Fajar  akan pergi. "Mama sakit Bul, gue harus anter mama dan temenin mama berobat keluar negeri."

"Udah kan Kak? Kenapa ngomong gitu aja baru sekarang? Kenapa gue orang terakhir yang tau ini, dan sialnya gue gak tau dari lo"

Bulan menatap Fajar tak habis fikir. "Lo bisa ngomongin sama gue sejak awal, dan pasti gue ngertiin karna tentang mama lo. Gue juga mau mama lo sembuh Le."

Fajar berdecak, menyibak rambut nya kebelakang frustasi. "Bul, tolong ngertiin gue."

"Lo yang harus ngertiin gue Kak Fajar!"

Fajar diam, tau Bulan sedang emosi dan Fajar mengerti. Tapi bukan kah Bulan juga harus mengerti sedikit bagaimana posisinya sekarang.

"Bul, gue selalu sabar dan mau
ngerti lo. Tolong Bul, tolong
ngertiin gue sekali ini,"

"Lo cape kan Kak, sama gue? Ikutin aja mau lo, jangan kasian sama gue FAJAR!!."

Fajar mengehela nafas. "Kalo ikutin gue, banyak yang rusak. Ngerti?"

Fajar memeluk perempuan itu,
membiarkan Bulan terisak.

Sungguh hati Fajar juga sakit
melihat Bulan menangis, pasti ada alasan kenapa Bulan jadi seemosi ini.

Bulan melepas pelukan Fajar.
mulai meredakan emosinya, dan
membuang tentang ketakutannya dulu. Dan membuat egonya dulu.

"Kak, tentang kita, dan hubungan
ini? Berapa lama lo pergi Kak?"

Fajar mengusap wajahnya kasar.
"Gue gak bisa kasih kepastian
kapan gue akan pulang Bul,"

Bulan menahan sesak di dadanya, sejak tadi. Fajar benar-benar buntu, rasanya sudh tidak bisa berfikir karna segala rasa takut yang tiba-tiba datang.

"Keadan gak bisa nyatuin kita, Bul,"

Basi

Bulan menetralkan detak
jantungnya. Sejak tadi menahan
bicaranya, tapi di harus mengambil keputusan. Dia tidak
bisa janji pada Bulan kapan akan
pulang, jadi Fajar akan membuat
keputusan.

"Gue srius Bul, gue ingin sendiri
Dulu. Tolong hargai ya kemarin"
Fajar menjeda beberapa detik
ucapan nya.

Bulan terpaku, ucapan Fajar
membuatnya seakan hilang
kesadaran. Terkejut sekaligus tak
menyangka.

"Gue mau ngomong dari kemarin
ke lo, langsung tapi gue gak
sanggup liat lo sedih Bul. Takutnya"

Fajar menggenggam tangannya
sendiri kuat kuat. Sungguh
hatinya ikut sakit. "Gue tau Bul,
gue salah. Selama ini gue terlau
mendam semuanya sendiri,
padahal ada lo."

"Jadi udahan Kak?" Tanya Bulan
terisak.

Fajar menendang helm
ditangannya. "Pencundang gue
Anjeng!" Makinya sendiri.

"Egois!" Tutur Bulan. "Mau lo apa si Jar?"

"Selesai aja."

Bulan lagi-lagi terpaku, untuk
kesekian kalinya. Tak menyangka hubungannya akan berakhir hari ini. "Kenapa jahat, Kak Fajar?"

"Gue ngerti Bul, gue jahat."

"Tapi gue bisa apa Kak?" Bulan
masih terisak, tapi kau ini
tahannya, diakan lihat dari sudut
pandang Fajar dan berusaha
mengerti. Mungkin benar kata
Fajar. Keadaan gak bisa nyatuin
mereka.

"Tolong hargai keputusan gue,
Bul?"

"Fajar?" Panggil Bulan, membuat laki-laki itu menoleh

"Jar baik-baik ya, gue akan menghargai keputusan lo," Ucap Bulan tersenyum kecut.

Fajar menatap perempuan itu,
bohong kalau Fajar bilang ini tidak sakit.

"Mari berpisah Bul, untuk kembali menata diri masing-masing dan bertemu lagi di versi terbaik."

"Gue udah lepasin lo ya Bul,"
Sambung Fajar.

Bulan tersenyum kecut. "Iya gue
lepasin lu juga Kak Fajar,"
Terdengar suara tercekat diujung
perkataan Bulan, seperti menahan tangis. Dan Fajar tau itu.

"Maaf udah gak bisa nemenin
Bulan. Semoga bahagia walau kita sudah berbeda jalan, baik-baik ya."

Bulan tersenyum simpul, "Terima kasih Fajar, dan maaf untuksemuanya"

"Gini rasanya gue lepasin lo,
sebentar aja udah lemah. Gatau
kedepannya gimana Bul,"

Bulan memilih tidak berbalik,
meninggalkan laki-laki itu. Kaki
nya melangkah bersamaan dengan seluruh rasa ikhlasnya pada Fajar. Sudah semestinya begini bukan? People come and go.








 Sudah semestinya begini bukan? People come and go

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FAJAR UNTUK BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang