Damon turun dari mobilnya. Ia menaikkan penutup kepala hoodie-nya untuk menghalau hujan yang turun cukup ringan.
Seperti biasa, rutinitas hari Sabtu malamnya adalah pergi ke fight club. Damon sudah merampungkan turnamen "legal"-nya, dan keluar sebagai juara pertama. Ia sedang tidak mood untuk mengerjakan tugas kimia, jadi ia memutuskan untuk pergi kesini.
Fightzone adalah level tersulit dari segala fight club yang pernah didatanginya. Terlalu banyak petarung handal yang sadis, yang tidak segan-segan untuk mematahkan tulang Damon. Atau bahkan mungkin memukulinya sampai mati.
Damon sudah sepuluh kali ke fightzone. Hasilnya imbang-lima kali menang, dan lima kali kalah. Jumlah uang terbesar yang pernah Damon bawa pulang sejauh ini adalah 500 pound. Itu yang paling baiknya. Yang paling buruknya, ia hampir dipukuli oleh anggota geng ketika pulang sekolah karena mengalahkan 'bos' mereka.
Damon memang tidak pernah kekurangan uang. Tetapi berada di tempat seperti ini adalah sejenis cara untuk menjauhkannya dari hal-hal negatif, walaupun sebenarnya cara ini terbilang negatif. Setidaknya, Damon tidak melakukan tindak kriminal secara langsung.
Damon membuka pintu depan fight club. Ia disambut oleh seorang resepsionis perempuan, yang menatapnya dari atas sampai bawah, kemudian tersenyum menggoda.
"Siapa namamu?"
"Damon."
"Oke," ia mencatat nama Damon di sebuah kertas. Kemudian, ia memberikan Damon sebuah kertas berisi nomor undian. "Itu nomormu. Nanti akan diundi, dan-"
"Ya, aku tahu. Terima kasih."
Damon hendak berjalan masuk ke dalam ketika pintu depan terbuka. Ia menoleh, kemudian tidak bisa menahan diri untuk tidak menatap.
Yang datang ternyata adalah seorang cowok sebayanya. Rambut cowok itu berwarna hitam pekat, sedangkan matanya berwarna biru keruh. Entah apa yang membuat Damon tidak bisa mengalihkan pandangan.
Familiar. Ya, cowok itu familiar.
Sepertinya cowok itu merasa diperhatikan, karena kini ia menatap Damon lurus-lurus. Matanya yang dingin sedingin es itu menusuk Damon. Ia seolah mengatakan, Apa?
Cepat-cepat Damon berbalik dan berjalan pergi.
Aneh, gumamnya dalam hati.
***
Kyle sudah mempunyai 500 pound di kantongnya. Ia butuh 100 pound lagi, yang hanya bisa didapatnya dalam kurun waktu 2x24 jam.
Kalau Kyle menghabiskan satu malam lagi di Punch Fit, ia bisa saja mendapat 100 pound dan terbayar sudah tunggakannya. Tetapi dengan begitu, Kyle tidak akan punya cadangan uang lagi untuk makan dan membeli bensin selama sisa bulan itu.
Jadi, sesuai saran Joe, Kyle mencoba ke Fightzone.
Joe benar, hampir tentang semuanya. Lawan-lawannya, aturan mainnya, serta taruhan-taruhan dalam jumlah besarnya. Kyle mendapat nomor-di situ tertulis angka 32-yang sepertinya adalah nomor antrean. Atau undian?
"Selanjutnya," si host berkepala plontos itu mengambil secarik kertas dari dalam sebuah vas berisi kertas-kertas yang digulung, "nomor 9!" ia berseru, membuat semua heboh. Ia lalu mengambil secarik kertas lagi. "Dan nomor 32!"
Kyle mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia melihat seorang cowok sebayanya naik ke atas ring. Sepertinya, dialah si nomor 9, sekaligus calon lawan Kyle malam ini.
Kyle lalu naik ke atas ring.
"Nah, kita sudah punya dua pemuda tangguh di atas sini!" si host berteriak lagi, kali ini membuat teriakan-teriakan itu didominasi oleh suara perempuan. "Nah, tuan muda. Bisakah kau beritahu kami siapa namamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
For Them, We Were.
Romance-Book 3- Kalau dihitung, ada banyak sekali daftar orang yang ingin Kyle bunuh. Tapi dalam sekian banyak daftar itu, Kyle membuat skala prioritas. Pertama, Bianca Anderson. Kedua, Jeff Callison. Ketiga—dan yang paling ia ingin bunuh, adalah seorang p...