"Hai, nak. Kau tersesat?"
"Uh.....iya?"
"Kau berasal dari mana?"
"Twitckenham."
"Astaga, itu jauh sekali. Kau sendirian saja? Tidak ada ayah atau ibu?"
"Tidak."
"Kalau begitu, apakah kau mau tinggal denganku? Aku hanya tinggal berdua dengan istriku. Anak-anak kami sudah tidak tinggal bersama kami, jadi kami kesepian. Bagaimana?"
"Benarkah?"
"Ya, benar."
"Baiklah."
"Baiklah. Ayo, naik ke mobilku. Omong-omong, namaku Peter. Peter Callison. Dan istriku bernama Diana. Siapa namamu?"
"Kyle. Namaku Kyle."
***
Kyle membuka matanya lebar-lebar.
Ia bangkit dari tempat tidur, kemudian berjalan ke dapur sempit untuk mengambil segelas air putih. Napasnya memburu. Kedua tangannya terulur ke counter, supaya bisa menjadi penopang tubuhnya. Ketika Kyle melirik jam, saat itu masih jam 1 pagi.
Belum genap 2 jam Kyle tidur.
Kyle menghela napas panjang. Kadang-kadang ia berpikir, sampai kapan penyakit tidak bisa tidurnya ini akan berlangsung? Apakah Kyle tidak akan pernah bisa memiliki tidur paling tidak 5 jam sehari, selama sisa hidupnya?
Yang terburuk dari penyakit ini adalah, Kyle merasa ia tidak pernah benar-benar tidur, dan tidak pernah benar-benar bangun juga.
Setidaknya, Kyle bisa mengambil beberapa keuntungan dari memiliki penyakit sulit tidur. Waktunya terjaga akan lebih banyak. Jadi pada malam hari, Kyle bisa melakukan hal-hal yang ia tidak sempat lakukan di siang hari.
Misalnya, mengerjakan pr, membersihkan flatnya, mencuci dan menjemur pakaian, atau sekedar pergi ke Punch Fit sampai ia merasa buku-buku jarinya kebas. Yang mana saja, untuk mengatasi penyakitnya. Juga untuk mengatasi kesepiannya.
Akibat mimpi tadi, Kyle jadi merindukan Peter.
Peter adalah satu-satunya orang yang benar-benar Kyle anggap sebagai ayahnya. Ia mengajari Kyle banyak hal—naik sepeda, naik motor, naik mobil, naik kuda, menembak, membetulkan mobil, membetulkan perabot rumah yang rusak, dan yang lainnya.
Peter membuat Kyle bisa mengerjakan hal-hal yang harusnya laki-laki bisa kerjakan. Karena itulah Kyle merasa beruntung, walaupun ia tidak memiliki orang tua yang jelas. Karena Peter pula, Kyle jadi memiliki prinsip hidup.
Dan Diana. Diana adalah sosok ibu yang sempurna buatnya. Diana pintar memasak. Diana sering sekali meminta Kyle membantunya untuk membetulkan barang-barang saat Peter tak ada. Diana juga selalu membela Kyle kalau Kyle sedang bertengkar dengan Peter.
Kyle baru menyadari betapa hidupnya lebih mudah ketika ia tinggal bersama orang tua angkatnya itu. Sayang sekali mereka berdua harus pergi secepat itu.
Sampai dua jam kedepan, Kyle masih belum bisa tidur. Ia merasa sangat bosan, jadi akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Fightzone dan mencoba peruntungannya sekali lagi.
***
Alaska menunggu Kyle selama 30 menit.
Ia sudah sangat uring-uringan, bingung apakah Kyle akan datang atau tidak. Alaska sempat menyesal ia tidak punya nomor Kyle, tapi kalaupun ia punya nomor Kyle, ia tidak yakin semuanya akan jadi lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Them, We Were.
Romance-Book 3- Kalau dihitung, ada banyak sekali daftar orang yang ingin Kyle bunuh. Tapi dalam sekian banyak daftar itu, Kyle membuat skala prioritas. Pertama, Bianca Anderson. Kedua, Jeff Callison. Ketiga—dan yang paling ia ingin bunuh, adalah seorang p...