Part 32

1.6K 221 85
                                    

Seperti dugaannya, Damon bertemu Annabeth di perpustakaan.

Annabeth duduk di kursi terpojok dekat jendela. Di mejanya terdapat tas, map berisi kertas-kertas, dan beberapa buku tebal. Annabeth sendiri sedang membaca buku yang Damon sadari sebagai salah satu buku karangan Arthur Conan Doyle.

Damon membenarkan letak tasnya yang ia bawa di bahu sebelah kanannya, selagi ia berjalan menuju salah satu meja yang kosong. Saat itu ia sedang dapat free period, dan kelas selanjutnya akan dimulai sekitar satu jam lagi. Damon sudah kenyang, jadi ia tidak pergi ke kantin. Damon tidak mau duduk-duduk di taman atau koridor, dan akhirnya ia memutuskan untuk mencari ketenangan di perpustakaan.

Annabeth masih berkutat dengan bukunya ketika Damon duduk. Damon memperhatikan gerak-gerik Annabeth ketika ia membenarkan letak kacamatanya, atau ketika ia menyelipkan rambut hitamnya ke bekalang telinganya.

Di balik kacamata besar itu, mata biru Annabeth tidak terlihat semencolok biasanya. Damon bahkan tidak tahu Annabeth pakai kacamata karena biasanya ia tidak terlihat memakai kacamata.

Sudah seminggu lebih mereka masuk kuliah, tetapi Damon belum satu kalipun menegur Annabeth. Entah apa alasannya. Annabeth sendiri memang tidak terlihat seperti orang yang mudah bergaul. Ia lebih banyak diam, dan lebih banyak sendirian.

Damon akhirnya memutuskan sebaiknya ia menghampiri Annabeth untuk sekedar berkata halo atau memperkenalkan diri. Lagipula, tidak ada salahnya.

Damon beranjak dari kursinya, lalu berjalan ke arah meja Annabeth. Ketika ia sudah berjarak satu kaki dari meja Annabeth, Annabeth meletakkan bukunya, lalu menatapnya.

"Hai," sapa Damon. Suaranya bahkan terdengar konyol di telinganya sendiri. "Kita sekelas di kelas—"

"Kriminal dan Kontrol di Konteks Sosial," gumam Annabeth. Suaranya pelan, seperti gumaman. Damon mungkin tidak mengerti apa yang Annabeth bicarakan kalau Damon bukan orang Inggris.

"Aku Damon," Damon memperkenalkan diri.

Annabeth diam saja.

"Dan kau Annabeth, kan?"

"Ann," kata Annabeth. "Hanya Ann."

Damon mengangguk. "Boleh aku duduk di sini?"

"Oke."

Damon lalu duduk di hadapan Annabeth. Damon beberapa kali mencoba untuk membuka topik obrolan, tapi Annabeth hanya menjawab seadanya. Ia tidak terlihat seperti seorang cewek yang pemalu atau pendiam. Tapi, kenapa ia tidak banyak omong?

"Kau berasal dari mana?" Damon bertanya.

"Yorkshire."

Damon mengangguk. "Jadi, orang London asli, ya?"

Annabeth juga mengangguk.

"Kau punya aksen cockney yang bagus."

Sekarang, Annabeth menatapnya tajam. "Aku tidak suka seseorang berkomentar tentang aksen cockney-ku," katanya, dengan aksen cockney yang sangat kental.

Damon mengerutkan keningnya heran. "Kenapa? Banyak orang yang ingin punya aksen cockney," katanya. "Banyak juga artis terkenal yang punya aksen cockney. Michael Caine, David Beckham, Jason Statham."

Annabeth diam saja.

"Kenapa harus tidak suka?"

Annabeth menggeleng. Ia merapikan barang-barangnya, lalu bangkit dari kursinya.

"Hei," Damon memanggil sebelum Annabeth berjalan pergi. Annabeth menoleh, tetapi karena Damon tidak mengatakan apa-apa, ia berjalan pergi.

***

For Them, We Were.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang