Kyle ditugaskan selama dua minggu ke perbatasan dengan Skotlandia jauh di Utara, sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada Alaska. Setelah ia kira masa dua minggu itu sudah berakhir, ia masih harus pergi ke Timur Tengah selama dua minggu lagi.
Kini setelah masa pelatihannya yang panjang dan melelahkan, Kyle akhirnya bisa kembali ke London dengan tenang. Ia adalah seorang tentara sekarang, dan kenyataan itu sedikit-sedikit membuatnya bangga kepada dirinya sendiri.
Karena, dulu Kyle bahkan tidak yakin ia bakal bertahan hidup sampai umurnya 10 tahun. Terlalu banyak hari-hari kelam yang ia nyaris tidak bisa lewati, dan berhasil mencapai tingkat ini sekarang, benar-benar berada di luar ekspektasi Kyle.
Dengan perasaan ringan, Kyle turun dari taksi di depan gedung flatnya di Haggerston. Ia tidak sadar betapa ia merindukan flatnya. Bukan hanya flatnya, sebenarnya. Tapi juga London, dan suasananya. Catterick jauh lebih sunyi, tetapi juga lebih keras dari London.
London terasa seperti rumah.
Kyle naik ke flatnya di lantai tiga, lalu membuka pintu sepelan mungkin. Saat itu sudah jam 11 malam, jadi suasana benar-benar sunyi senyap. Sangat cocok untuk beristirahat dengan tenang setelah melewati minggu-minggu yang berat.
Kyle meletakkan tas-tasnya di atas karpet dekat sofa. Ia lalu mengambil segelas air untuk diminum, sebelum masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kyle keluar hanya dengan handuk di pinggangnya. Ia lalu masuk ke dalam kamar, dan sedikit terkejut karena menemukan Alaska sedang tertidur lelap di atas kasurnya.
Kyle beruntung ia memakai handuk di pinggangnya.
Setelah mengambil kaus dan celana pendek, Kyle memakai baju di dalam kamar mandi, sebelum kembali lagi ke kamar untuk melihat Alaska. Alaska tidur nyenyak sekali sampai-sampai ia tidak mendengar bahwa Kyle ada di sana. Tapi Alaska memang heavy sleeper, sih, jadi Kyle tidak heran.
Kyle hanya memperhatikan Alaska tidur selama beberapa menit. Ia bisa saja memperhatikan Alaska tidur sepanjang malam, tapi ia tidak mau mengambil resiko untuk jatuh cinta semakin dalam lagi kepada Alaska. Karena, yah, Alaska masih saja cantik bahkan saat ia tidur seperti itu.
Kyle juga ingin sekali berbaring di samping Alaska, tapi lagi-lagi, ia tidak bisa mengambil resiko. Jadi Kyle mengambil satu bantal dan selimut cadangan dari dalam lemarinya, kemudian tidur di sofa ruang tengah. Sebelum tidur, Kyle memastikan ia minum 4 butir obat tidur (Kyle pernah coba dua butir dan berakhir hanya tidur selama 4 jam) dengan harapan, ia bisa tidur 8 jam tanpa bangun.
Sepertinya, itu berhasil.
***
Alaska bangun jam 7 pagi di hari Sabtu itu, dan ia sangat terkejut ketika mendapati Kyle sedang tertidur lelap di atas sofa. Kyle memakai kaus hitam dan celana pendek. Alaska tahu, karena selimut Kyle jatuh ke atas karpet jadi ia tidak memakai selimut.
Alaska ingin sekali berteriak lalu memeluk Kyle, tapi ia mengurungkan niatnya. Kyle selalu kurang tidur, dan mungkin saja Kyle baru saja tidur. Alaska tidak ingin membangunkan Kyle. Akhirnya Alaska hanya mengambil selimut Kyle yang terjatuh, lalu menyelimuti Kyle.
Kyle tampak damai sekali dalam tidurnya. Rambutnya masih cepak ala tentara, masih ada luka yang menggores ujung alisnya, dan yang lainnya pun masih sama. Kyle masih tetap sama seperti terakhir Alaska melihatnya, hanya saja kini ada luka baru di pelipis dan tulang pipinya.
Setelah puas memperhatikan Kyle dari dekat, Alaska beranjak ke dapur untuk membuat sarapan seadanya. Saat itulah sudut matanya menangkap sesuatu dari salah satu counter di dapur. Alaska menemukan gelas kaca yang kosong, serta sebuah tabung berisi obat. Yang lalu Alaska sadari sebagai obat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Them, We Were.
Romance-Book 3- Kalau dihitung, ada banyak sekali daftar orang yang ingin Kyle bunuh. Tapi dalam sekian banyak daftar itu, Kyle membuat skala prioritas. Pertama, Bianca Anderson. Kedua, Jeff Callison. Ketiga—dan yang paling ia ingin bunuh, adalah seorang p...