Part 54

1.3K 207 72
                                    

Sudah 4 jam.

Kyle sudah dalam battlefield selama 4 jam, berada dalam zona baku tembak yang berbahaya seorang diri. Tadi Sersan Jordan ada di sampingnya ketika mereka berlari, tapi Kyle tidak bisa menemukan Sersan Jordan sekarang. Kyle hanya bisa berharap dia masih hidup.

Tadi Kyle bersama Neil, James, dan Adam, sampai mereka bertiga tertembak. Neil di kepala, Adam di jantung, lalu James di perut dan di dada. Kyle menembak orang-orang yang menembak mereka, lalu pergi secepat mungkin dari situ.

Hari sudah mulai gelap. Matahari sudah nyaris terbenam di ufuk barat. Suasana hutan sepi, dan itu bukan jenis sepi yang menyenangkan. Kyle sendirian, untungnya tidak terluka, tetapi mentalnya sedikit terguncang. Ia baru saja menyaksikan tiga temannya meninggal, dengan mata kepalanya sendiri. Itu bukan kejadian paling normal yang biasa dilihatnya di kehidupan sehari-hari.

Kyle menuruni undakan kecil, berbelok masuk ke dalam hutan yang lebih dalam lagi. Ia selalu menghindari bukaan, sungai, atau tempat-tempat yang terlalu terekspos. Kyle tidak tahu berapa banyak temannya yang masih hidup atau berapa banyak musuhnya yang masih hidup. Yang jelas, ia harus bisa bertahan.

Terbunuh mungkin bukan pilihan paling mengerikan. Tapi tertangkap, kemudian terbunuh, adalah kemungkinan terburuk. Kalau Kyle tertangkap, mereka akan membunuh Kyle dengan cara paling sadis. Mungkin Kyle bakal ditusuk-tusuk. Atau dikuliti.

Kyle menggigil sampai ke tengkuknya. Bagaimanapun, itu adalah resiko menjadi angkatan darat. Angkatan darat memiliki kecenderungan untuk mendapat kematian paling sadis.

Bantuan belum datang, yang artinya, belum ada yang berhasil menelpon atau sampai ke pangkalan. Kyle bisa saja berjalan ke pangkalan yang jaraknya 10 mil jauhnya, kalau ia tahu ke mana arah yang harus dituju. Hari sudah mulai gelap, Kyle sudah mulai kehabisan amunisi untuk senjata jarak dekatnya, dan Kyle sendirian.

Untuk pertama kalinya, Kyle merasa takut.

Kyle tahu, kecil sekali kemungkinannya untuk pergi dari zona berbahaya ini hidup-hidup. Jadi, setelah matahari sepenuhnya terbenam, Kyle duduk di balik sebuah pohon besar, dan mengeluarkan pulpen dan secarik kertas yang sudah ia persiapkan untuk keadaan darurat dari dalam jaketnya.

Ia mulai menulis surat.

Tidak pernah terpikir oleh Kyle untuk menulis surat kematian seperti itu. Semua teman Kyle sudah melakukannya—mereka bercerita bahwa mereka melakukan itu saat mereka tiba di Kenya. Tapi Kyle tidak, karena Kyle optimis dia akan pulang ke London dengan selamat.

Tapi sekarang, Kyle mulai agak pesimis.

Suara langkah kaki terdengar samar-samar setelah Kyle menyelesaikan suratnya. Semua otot dan saraf di tubuh Kyle langsung siaga. Langkah kaki itu hanya langkah kaki satu orang, jadi Kyle tidak begitu khawatir. Hand-to-hand combat adalah salah satu keahliannya.

Tepat ketika langkah kaki mendekat, Kyle mengambil pistol. Ia mengunci tangan orang itu dan menodongkan pistol di kepalanya.

"Hei, hei, tunggu," kata orang itu. "Ini aku."

Kyle mengambil senter dari kantong celananya, lalu menyalakannya tepat ke wajah orang itu. "Sersan Jordan?"

"Ya, idiot, ini aku. Turunkan senjatamu."

Kyle cepat-cepat menurunkan senjatanya. "Kenapa kau bisa ada di sini?" tanyanya. "Maksudku, tentu saja kau ada di sini. Mana yang lain?"

Sersan Jordan mengangkat bahu. "Tidak lihat siapa-siapa. Aku tadi bersama Sersan Cahill, tapi, dia.....kau tahulah," katanya. Ya, Kyle tahu. Sersan Cahill pasti terbunuh. "Bagaimana denganmu? Ada yang lain?"

For Them, We Were.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang