Zayn bertemu dengan Alaska di koridor rumah sakit yang ramai. Mereka hanya saling tatap, kemudian bergegas berjalan ke unit gawat darurat untuk melihat kondisi Kyle. Lalu mereka bertemu Dr. Lockwood, dokter yang menangani Kyle.
"Seperti yang sudah diberitahu, dua tulang rusuk tuan Callison patah akibat benturan keras di dadanya. Tetapi tenang, ini belum sampai tahap yang mengkhawatirkan," Dr. Lockwood menjelaskan. "Kepalanya juga mengalami benturan yang cukup hebat, sehingga dia diperkirakan mengalami gegar otak ringan. Dan gendang telinganya sedikit bermasalah akibat ledakan."
Zayn mendengar Alaska terisak. "Apa dia akan baik-baik saja?"
"Ya, dia akan baik-baik saja," Dr. Lockwood tersenyum menenangkan. "Ketika bangun nanti, dia akan mual dan pusing akibat gegar otaknya. Kita berharap saja dia tidak mengalami lupa ingatan atau lumpuh sebagian. Besok kami akan melakukan rontgen untuk memastikan tindakan selanjutnya. Sekarang, kami akan memindahkannya ke ruang rawat inap."
Dr. Lockwood lalu pergi dari hadapan mereka.
Alaska duduk di kursi tunggu. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, lalu mulai menangis. Zayn ikut duduk, untuk menengankan Alaska. Ia memilih untuk tidak berkata apa-apa, jadi ia hanya memeluk Alaska dan mengelus punggungnya.
Beberapa menit kemudian, Katya datang. Dia tersenyum sebelum duduk di sebelah Alaska.
"Hei, bagaimana keadaannya?" tanyanya pada Alaska.
Alaska hanya menggeleng-geleng, tetapi tidak menjawab.
"Aunt Cassie sudah melahirkan," Katya memberitahu. "Alceo sudah punya adik perempuan. Namanya Minerva."
Wajah Alaska berubah sedikit cerah. "Benarkah?"
Katya tersenyum, lalu mengangguk.
"Apa dia ada di sini juga?"
Katya menggeleng. "Tidak, dia tidak di sini. Mungkin kita bisa mengunjunginya besok," jawabnya. "Bagaimana Kyle? Dia sudah boleh dipindahkan dari unit gawat darurat?"
"Ya, dokter bilang sekarang mereka sedang memindahkannya ke ruang rawat inap," sekarang Zayn yang berbicara. "Bagaimana kalau kalian langsung ke ruang rawat inapnya saja? Aku akan mengurus administrasinya."
Setelah Katya dan Alaska setuju, mereka berpisah di lorong yang bercabang. Zayn berjalan mengarah ke bagian administrasi, sementara Katya dan Alaska mengarah ke ruangan tempat Kyle dipindahkan.
Zayn langsung menuju ke kasir begitu ia tiba di bagian administrasi, dan mengurus biaya dan macam-macamnya. Setelah selesai, ia kembali ke tempat Kyle. Di kursi tunggu di depan kamar Kyle hanya ada Katya, karena sepertinya Alaska ada di dalam.
"Jadi, bagaimana?" tanya Zayn.
Katya menggeleng-geleng. "Alaska tampak sedih sekali," gumamnya. "Tapi, Kyle akan baik-baik saja. Sepertinya."
"Dan kau baik-baik saja?"
Katya menggeleng-geleng lagi. "Entah. Baik-baik saja, kurasa," ia tersenyum kecil sembari menoleh ke arah Zayn. Lalu sebelah tangan Katya menepuk lutut Zayn pelan. "Kau tidak ingin ke dalam?"
Zayn menggeleng.
"Kenapa?"
Zayn menggeleng lagi, tapi kali ini disertai tawa halus. "Sepertinya, aku hanya terlalu pengecut," gumamnya. "Aku hanya.....entahlah. Dia tidak mau aku ada di dekatnya, dan semakin aku mencoba, semakin dia menolak. Sepertinya aku hanya tidak bisa menerima penolakan lagi."
Katya mengelus punggung tangan Zayn dengan penuh simpati. "Kau bilang kau tidak akan menyerah kalau menyangkut keluarga, kan?"
Zayn diam saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Them, We Were.
Romance-Book 3- Kalau dihitung, ada banyak sekali daftar orang yang ingin Kyle bunuh. Tapi dalam sekian banyak daftar itu, Kyle membuat skala prioritas. Pertama, Bianca Anderson. Kedua, Jeff Callison. Ketiga—dan yang paling ia ingin bunuh, adalah seorang p...