Alaska menerima surat Kyle lima hari setelah Kyle menelpon. Surat Kyle panjang, karena Kyle menceritakan tentang banyak hal selama Kyle ada di sana. Kyle bahkan juga memberi Alaska foto, seperti yang Alaska minta. Alaska langsung membalas suratnya dan langsung memasukkannya ke kotak pos.
Lalu malam itu Alaska tidak bisa tidur.
Alaska memikirkan Kyle dan surat Kyle, juga jurnal dan kunci itu. Alaska ingin tahu apa isi loker itu. Alaska harus tahu.
Ketika Alaska akhirnya bisa tertidur, Alaska memimpikan Kyle. Mimpinya aneh, seperti sebagian besar mimpi. Dalam mimpinya, Kyle dan Alaska bukan kakak adik. Mereka hendak menginap di sebuah hotel, tetapi hotel itu aneh. Kamarnya bukan berupa kamar—tetapi loker. Jadi, mereka tidur di dalam loker panjang yang sempit, hanya muat untuk satu orang.
Kyle tidak setuju untuk tidur di dalam sana karena Kyle bilang, dia takut ruangan kecil yang sumpek. Dia phobia ruangan kecil, jadi, Kyle hanya duduk di luar sembari memeluk lututnya. Alaska tidur di dalam loker itu, sampai ia bangun dan ia tidak bisa menemukan Kyle dimana-mana.
Sampai ia menyadari bahwa Kyle meninggalkannya.
Lalu Alaska terbangun, dan ia menangis.
Alaska tidak yakin kenapa ia menangis. Mungkin karena merasa sedih karena dalam mimpinya, Kyle meninggalkannya. Mungkin karena Alaska terlalu merindukan Kyle. Mungkin karena Alaska terlalu menyayangi Kyle, tapi Kyle tidak bisa disayangi. Atau mungkin, hanya karena Alaska penasaran tentang loker itu.
Lalu Alaska memutuskan kalau ia harus ke Manchester.
Alaska dengan gaduh membuka lemarinya untuk mengambil sebuah tas besar. Ia memasukkan beberapa potong baju, celana, pakaian dalam, dan hal-hal yang sekiranya ia butuhkan.
Alaska lalu mengambil sejumlah uang dari lacinya, juga kartu kredit yang pernah ayahnya berikan dan hanya boleh digunakan dalam situasi darurat. Ini jelas-jelas situasi darurat.
Lalu Alaska memanggil Damon. Karena, Damon adalah hal terakhir yang ia butuhkan.
Alaska membuka jendelanya lebar-lebar, menyebabkan angin malam yang dingin langsung masuk ke dalam kamarnya, membuatnya menggigil. Alaska mengambil alat tulisnya dan melemparkannya ke jendela Damon. Di lemparan ketiga, barulah Damon membuka jendelanya.
"Alaska, apa yang kau lakukan di tengah malam begini," Damon mengucek matanya, kemudian terkejut ketika menatap Alaska. "Kau habis menangis?"
Alaska menggeleng. "Aku harus ke Manchester sekarang."
"Kau—apa?" Damon mengerutkan dahinya bingung. "Sekarang jam 3 pagi, Alaska. Lebih baik kau kembali tidur kalau kau mimpi buruk. Selamat—"
"Aku harus pergi ke Manchester sekarang, Damon," kata Alaska tegas. "Aku tidak mungkin bilang ke ayah atau ibuku karena mereka tidak mungkin mengizinkan, dan mereka pasti bertanya. Aku tidak mau mereka tahu kalau aku masih tidak menerima Kyle sebagai kakakku."
Damon terdiam sebentar. "Tidak," ia menggeleng. "Alaska, kau tidak boleh seperti ini. Kau—"
"Damon, tolong," kata Alaska. Sekarang Alaska hampir menangis lagi. "Aku tidak ingin merasa penasaran seperti ini. Aku ingin tahu kebenarannya."
Damon menatap Alaska dengan matanya yang sipit karena baru bangun tidur. Jika tadinya wajahnya sangat keras, sekarang tiba-tiba wajahnya berubah lunak. Akhirnya, Damon menghela napas. Dia pasti tahu, tidak ada gunanya berselisih dengan Alaska.
"Baiklah," katanya. "Tapi aku tidak akan membiarkanmu ke Manchester sendirian."
Alaska menatapnya dengan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Them, We Were.
Romance-Book 3- Kalau dihitung, ada banyak sekali daftar orang yang ingin Kyle bunuh. Tapi dalam sekian banyak daftar itu, Kyle membuat skala prioritas. Pertama, Bianca Anderson. Kedua, Jeff Callison. Ketiga—dan yang paling ia ingin bunuh, adalah seorang p...