Berkelahi dengan ayahnya pada malam dimana ia pulang dengan banyak luka sudah cukup membuat ibu Damon menangis histeris. Pulang penuh luka tiga malam berikutnya, bakal membuat Damon dikurung selama dua minggu.
Sore itu Damon baru pulang sekolah karena ia mampir untuk makan bersama teman-teman tim basketnya waktu sekolah menengah di daerah Mayfair. Damon selesai makan kira-kira pukul 5 sore. Ia kebetulan tidak membawa mobil, jadi ia naik kereta bawah tanah.
Disanalah semuanya berawal.
Damon bertemu segerombol orang bodoh, yang kalau dilihat-lihat umurnya lebih dari umur Damon. Mungkin sekitar 20-an sampai awal 30-an. Mereka bakal terlihat seperti geng motor seandainya mereka bawa motor.
Damon turun di Stasiun St. Paul. Ia sedang berjalan melewati persimpangan kecil di depan Saint Paul Katredal ketika tiba-tiba orang-orang bodoh itu menatapnya seperti singa yang tengah mengawasi buruannya.
Lalu mata Damon bertemu mata orang ini, dan Damon pun ingat bahwa orang itu adalah orang yang dikalahkannya di Fightzone beberapa malam lalu.
Setelah 3 detik, Damon memutuskan untuk lari lalu orang-orang ini mengejarnya.
Damon terus berlari melewati taman Carter Lane, tersaruk-saruk melompati semak-semak, hampir menabrak beberapa pejalan kaki dan kurir bersepeda, tetapi ujung-ujungnya Damon memilih jalan bodoh yang menyebabkannya tersudut.
Tamatlah sudah, pikirnya.
Orang-orang itu, yang kini Damon sadari berjumlah 5 orang, tersenyum ketika mendapati Damon sudah di ujung jalan. Mereka memakai jaket kulit hitam ala geng motor, sepatu boot hitam tinggi, dan jins hitam. Rata-rata, tangan mereka dilapisi tato.
Orang yang berkelahi dengan Damon—yang Damon asumsikan sebagai The Alpha—maju dan mengisyaratkan keempat temannya untuk mundur.
"Masih mau lari, bocah?"
Damon menatap dinding di samping kanan kirinya. "Nah, sepertinya tidak ada tempat untuk berlari lagi."
Ia meletakkan tasnya di sisi kanannya, kemudian melepas jaketnya. Atur strategi, Damon memerintahkan otaknya. Mereka berlima. Damon sendiri. Kalau Damon tidak punya strategi yang cukup pintar, ia bisa-bisa mati konyol.
"Jadi," Damon berdehem, "kau mau membuktikan bahwa kau jago atau mau membuktikan bahwa kau memang pecundang dengan mengajak teman-temanmu untuk menghabisiku sekaligus?"
Untungnya, si Alpha kemakan omongan Damon. Ia mengisyaratkan teman-temannya untuk meninggalkannya. Salah satu temannya—mungkin Vice Alpha—membisikkan sesuatu. Dari tampangnya, sih, dia ragu si Alpha bakal menang melawan Damon.
Akhirnya Vice Alpha dan kawan-kawannya pergi. Setelah memberikan si Alpha dua buah pisau lipat.
Damon terlalu berharap tinggi ketika ia mengira satu pisau itu untuknya.
"Bagaimana? Masih menganggapku pecundang?"
Damon mengangkat bahu. "Kau bersenjata, aku tidak." Ia menatap orang di hadapannya ini dengan tajam dan dingin. "Tapi kita lihat saja. Mungkin senjata itu bisa membuatmu tidak lagi jadi pecundang."
Si Alpha merangsak maju.
Damon harus ekstra hati-hati dan selalu mengawasi kemana dua pisau itu terarah. Pisau satu berhasil menyayat tangan kanannya, sementara pisau dua hampir saja mencolok matanya. Dua menit pertama, Damon berhasil menjatuhkan pisau satu. Menit selanjutnya, mereka sama-sama tangan kosong.
Bedanya, si Alpha masih sehat-sehat saja sementara Damon sudah luka di sana sini.
Walau begitu, Damon tetap bisa membuatnya tumbang dengan cukup mudah. Hanya dua pukulan dan beberapa tendangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Them, We Were.
Romance-Book 3- Kalau dihitung, ada banyak sekali daftar orang yang ingin Kyle bunuh. Tapi dalam sekian banyak daftar itu, Kyle membuat skala prioritas. Pertama, Bianca Anderson. Kedua, Jeff Callison. Ketiga—dan yang paling ia ingin bunuh, adalah seorang p...