Part 19

1.6K 230 36
                                    

"Besok kau berangkat ke Stoke, Zayn. Jangan tidur malam-malam."

Zayn mengangkat kepalanya dari kertas-kertas yang sedang dibacanya. "Aku tahu," katanya. "Sebentar lagi selesai."

Kalau biasanya Katya akan menghampirinya atau membujuknya untuk tidur, tampaknya malam ini Katya sedang tidak mood karena Katya langsung naik ke tempat tidur dan menarik selimut sampai ke dagunya.

"Baiklah. Terserah."

Zayn merapikan kertas-kertas yang berserakan kemudian memasukkannya ke dalam sebuah amplop cokelat. Ia memasukkan buku catatan kecil ke dalam tas selempang adidas-nya, sesuatu yang selalu menemaninya di pinggir lapangan.

Sebelum Zayn beranjak ke tempat tidur, sebuah map berwarna cokelat lusuh yang memumbul dari laci bawah menarik perhatiannya. Zayn menarik laci, lalu mengambil map itu.

Map itu adalah map yang Dalton berikan kepada Zayn, kira-kira 10 tahun lalu. Map berisi informasi terakhir Achilles ditemukan, di Mothers Joy Orphanage. Zayn lalu membuka map, melihat-lihat isinya.

2 tahun lalu, Dalton menutup kasus pencarian Achilles karena setelah 10 tahun, mereka tidak mendapat apa-apa. Zayn bisa menerimanya, tapi tampaknya Katya tidak. Malam itu adalah malam pertengkaran mereka yang paling hebat, mungkin selama mereka menikah.

Sekarang Katya sudah baik-baik saja. Mereka sudah merelakan Achilles, dan sepakat kalau Alaska tidak perlu tahu tentang hal itu.

Mata Zayn menangkap nama Kyle.

Ah, benar. Dalton bilang, Achilles masuk ke Mothers Joy Orphanage bersama seorang anak bernama Kyle.

Zayn tahu bahwa Kyle—teman Alaska—bukan satu-satunya anak bernama Kyle yang ada di seluruh penjuru Inggris, tapi pikiran Zayn langsung tertuju pada Kyle yang itu. Ditambah lagi, Kyle seumuran dengan Alaska.

Zayn mencari-cari ponselnya, kemudian berjalan keluar untuk menelpon Dalton.

"Halo?"

"Dalton, ini aku." Zayn duduk di kursi rotan di halaman belakang rumahnya. Sebelah tangannya memegang ponsel, sementara sebelahnya lagi mengusap dahinya. "Bisakah kau carikan informasi tentang Kyle Callison?"

"Sebentar."

Zayn menunggu kira-kira dua menit, sebelum ia mendengar suara Dalton lagi.

"Kyle Callison, seorang pria 42 tahun yang tinggal di Peterborough. Kyle Callison, seorang pria 22 tahun yang tinggal di Wolverhampton. Dan satu lagi, Kyle Callison, 9 tahun, di Middlesbrough. Adakah yang kau cari?"

Zayn mengerutkan dahinya. "Tidak ada yang tinggal di London?"

"Tidak, Zayn. Maaf."

"Oke, Dalton. Terima kasih banyak."

Lalu Zayn menutup telpon. Sebuah pertanyaan muncul di benaknya.

Kyle Callison itu bukan nama asli?

***

Hari itu Senin. Alaska pulang sekolah jam 4, seperti biasa. Ia sudah pulang sejak lima menit lalu, dan sekarang ia sedang menunggu Kyle di trotoar depan sekolahnya.

Kyle bilang Kyle ingin menjemput Alaska karena hari itu dia tidak sekolah. Kyle tidak bilang kenapa—dia hanya bilang ada urusan. Dan Alaska merasa ia tidak berhak untuk bertanya lebih lanjut.

Sekitar tiga menit kemudian, Alaska melihat dodge hitam Kyle melaju perlahan, dan berhenti tepat di hadapannya. Kyle menurunkan jendela, kemudian tersenyum ketika menatap Alaska. Alaska balas tersenyum, sebelum masuk ke kursi penumpang.

For Them, We Were.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang