15. Tidak Ada Jalan Lain

265 30 45
                                    

Karena kalau mau hidup
Kamu harus mampu berdiri dengan kakimu sendiri

🌹🌹🌹

Jangan lupa follow Mamauzda dan vote+komenya ya guys.

🌹🌹🌹

Happy Reading

🌹🌹🌹

Satria mengendarai kuda besinya ke sebuah panti asuhan yang terletak tidak jauh dari kampusnya. Rasanya, hari ini otaknya mau meledak! Dia berharap setelah selesai kelas, dia bisa langsung mencari customer, tetapi ternyata ada tugas kelompok yang harus dikumpulkan besok. Parahnya, Satria dan teman sekelompoknya belum membahas tugas itu sedikitpun. Akibatnya, dia harus menyelesaikan semuanya hari ini juga.

Panti Asuhan Bintang adalah tempat Satria diasuh tiga tahun lalu. Tepat setelah kedua orang tuanya meninggal, dia membawa sang adik yang masih berusia tujuh tahun ke tempat ini. Saat itu, usianya masih lima belas tahun, sehingga panti asuhan ini masih menerimanya tinggal di sini. Namun, saat usia delapan belas tahun, dia memutuskan keluar untuk bisa membawa adik perempuannya memiliki kehidupan yang jauh lebih layak seperti gadis kebanyakan.

"Mas Satria!" seru seorang gadis berambut panjang yang selalu dikepang sambil melempar senyum super cerahnya, membuat Satria juga ikut tersenyum. Ya, dia adalah Saraswati, atau biasa dipanggil Saras-adik perempuan Satria yang lebih muda tujuh tahun darinya.

"Saras. Kamu nungguin Mas Satria?" ujar Satria sambil memarkirkan motornya.

Saras segera menghampirinya dan mengangguk.
"Iya! Saras senang banget kalau Mas Satria datang!" serunya, tetapi kemudian menggembungkan pipinya.
"Soalnya, akhir-akhir ini, Mas Satria sibuk banget. Saras bahkan enggak boleh datang ke kontrakan Mas Satria," protesnya sambil melirik sang Kakak.

Namun, hal itu malah melebarkan senyum Satria. Pria itu langsung membelai kepala adiknya.
"Aduh, maaf, ya Saras. Tapi sekarang Mas Satria 'kan ada di sini. Uhm, sebentar!" Satria turun dari motornya dan membuka bagasi motor. Lalu, dia mengeluarkan sebuah kantong plastik.

"Ada outlet minuman baru dekat kampus Mas Satria. Yuk, kita minum bareng-bareng!" ajak Satria.

"Ayo!" seru Saras sambil mengangguk, tetapi mata Satria malah menemukan sesuatu yang aneh dari telinga adiknya, sesuatu yang berkilau. Dia memicingkan matanya.

"Anting?" seru Satria yang reflek menyentuh anting emas dengan berlian kecil di telinga Saras.

Sontak Saras membulatkan matanya. Dia langsung menyingkirkan tangan Satria.
"Eh, i-iya. Anting ...." Saras menggantung kalimatnya.

Satria langsung menatap lurus ke adik petempuannya itu.
"Dari mana kamu dapat anting ini?" selidik Satria seraya memandang anting yang menggantung di cuping telinga sang adik. "Antingnya emas dan ada berliannya lagi! Mas Satria enggak pernah merasa beliin kamu perhiasan!"

Saras terkesiap.
"I-itu ...." Saras melirik ke kanan. Tak jauh dari sana ada seseorang yang bersembunyi di balik tembok.

"Apa? Kenapa dari tadi kamu bilang 'itu-itu' aja? Cepat, kasih tau Mas Satria! Dari mana kamu dapat anting ini?" cecar Satria.

"Uhm, anting ini ... anting ini hadiah! Iya hadiah!" seru Saras.

"Hadiah? Hadiah dari siapa? Pacar kamu?"

Sontak Saras tertohok, tetapi dia langsung menggeleng.
"Enggak! Saras enggak punya pacar, Mas!"

"Terus siapa? Teman kamu? Ada gitu, teman kasih hadiah anting emas berlian. Setahu Mas Satria, sekolah kamu juga bukan sekolah elit yang isinya orang kaya." Satria sangat tahu hal itu karena dia sendiri yang mendaftarkan sang adik ke sekolah tersebut. Meskipun Saras sekarang tinggal di panti asuhan, Satria tetap membiayai segala kebutuhan Saras termasuk sekolahnya.

Bawa Aku Bersamamu (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang