53. Dibalik Senyum Hangat

122 8 0
                                    

Hidup adalah sandiwara
Kenyataan yang sebenarnya, selalu ada di balik tirai panggung

🌹🌹🌹

Jangan lupa follow Mamauzda dan vote+komenya ya guys.

🌹🌹🌹

Happy Reading

🌹🌹🌹

Rapunzel menangis tersedu-sedu di depan pintu kamarnya yang terkunci. Kenapa tiba-tiba ayahnya yang selalu terlihat baik dan menyayanginga penuh cinta berubah 180 derajat? Bahkan pria hangat itu hendak melenyapkan Satria. Kenapa? Apa salah Satria? Apa salah Rapunzel jatuh cinta? Apakah mencintai seseorang adalah sebuah dosa?

Di sisi lain, bagaimana sang Ayah bisa mengenal Satria? Satria ada di mana sekarang? Apa sang Ayah akan mendatangi Satria di rumahnya dan melenyapkannya? Bagaimana dengan Saras? Saras ada di sana. Jika dia tahu Satria akan dilenyapkan oleh ayahnya Rapunzel, Saras pasti akan membencinya!

"Tunggu!" Tiba-tiba Rapunzel menyadari sesuatu.

"Saras takut kejadian sembilan tahun lalu terjadi lagi, Kak ...."

"Kejadian sembilan tahun lalu!" cetus Rapunzel teringat ucapan Saras. Kalau tidak salah, tadi sang Ayah menyebut Satria sebagai "Bocah Ingusan". Itu berarti sang Ayah telah mengebal Satria sejak usianya masih remaja atau masih kecil.

"Waktu itu, Mas Satria gak pulang-pulang dari sekolah, Mas Satria kembali ke rumah saat dini hari dalam ... dalam keadaan ...."

"Bersimbah darah dan seluruh tubuh Satria dipenuhi luka cambuk!" ucap Rapunzel mengulang ucapan Saras dari dalam benaknya. Seketika tubuh Rapunzel lemas.

Jika dugaannya tidak salah, mungkinkah sembilan tahun lalu, orang yang menyiksa Satria adalah Ayahnya? Namun, kenapa? Apa salah Satria sampai sang Ayah menyiksanya? Selama Rapunzel tinggal dengan Satria, pria itu adalah pria yang baik, dia menjaga dan melindungi Rapunzel, sekalipun enggan. Lantas, kenapa sang Ayah tega menyiksa orang sebaik Satria?

Air mata Rapunzel kembali menetes.
"Bagaimana pun, aku harus mencegah Ayah. Tapi bagaimana caranya? Letak kamarku terlali tinggi jika harus keluar dari jendela ...." frustasi Rapunzel.

Rapunzel memang sudah menyatakan cintanya pada Satria, tetapi Rapunzel belum benar-benar mendengar jawaban Satria. Sekalipun Satria tidak mencintainya, dia tetap ingin bertemu pria itu dan mendengar jawabannya sendiri. Setidaknya, Rapunzel ingin mengucapkan kata-kata terlahir sebelum benar-benar berpisah dari cinta pertamanya itu.

Drrt! Drrt! Drrt!

Dahi Rapunzel mengernyit. Ia seperti mendengae ada suara getaran sebuah ponsel.

Drrt! Drrt! Drrt!

Suara getaran ponsel yang sempat hilang itu muncul lagi. Rapunzel pun bangkit.
"Suara ponsel sia— tunggu! Aku 'kan ada di Mansion!" cetus Rapunzel segera mencari di mana letal ponsel yang tengah bergetar itu.

"Karena aku ada di Mansion, harusnya ada juga ponselku di sini!" seru Rapunzel seolah mendapat secerca harapan. Namun, siapa yang menelponnya? Dia langsung mencari dimana letak benda tipis canggih itu.

Ini semua akibat dia terbiasa tidak menggunakan ponsel selama kabur. Namun, siapa yang mengisi dayanya? Ah, itu pasti Mirima. Masa bodo, yang pasti dia harus menemukan ponselnya!

Drrt! Drrt! Drrt!

Ponsel itu kembali berdering.
"Ini dia!" Akhirnya Rapunzel menemukannya di atas nakas samping tempat tidur.

Dia tersenyum lega dan langsung melihat nomor tanpa nama kontak yang tertera di sana, tetapi sepertinya kombinasi nomornya agak familiar. Nomor siapa, ya?

Rapunzel menarik napas kuat-kuat lali memgembuskannya. Mungkinkah ini nomor Satria dan pria ini mau mengabarkan bahwa dia baik-baik saja.
"Semoga, semoga, semoga!" mohon Rapunzel dalam hati. Dia sangat berharap bahwa spekulasinya tentang hubungan sang Ayah dan Satria di masa lalu hanya dugaan semata.

Rapunzel pun menggeser tombol hijau.
"Hallo?"

"Akhirnya!" seru suara seorang pria dari seberang yang sangat familiar.

Dahi Rapunzel mengernyit.
"Mada?" tebak Rapunzel.

"Ya, benar, ini aku Mada," ucap pria di seberan yang langsung membuat tubuh Rapunzel meluruh ke bawah.

"Mada ... kenapa kamu yang telepon ...." Suara Rapunzel kembali berubah jadi berat, dia tidak bisa lagi membendung air matanya.

"Kenapa? Kamu berharap siapa yang menelepon? Satria?" tebak Mada.

"Iya, Mada. Ayahku ... Ayah mau bunuh Satria. Bagaimana ini," adu Rapunzel frustasi.

"Dasar pria tua itu! Lagi-lagi dia melakukan cara yang sama!" rutuk Mada.

"A-apa maksudmu? Cara yang sama? Ayahku bukan pembunuh!"

Mada menghela napas kasar.
"Sudah jelas-jelas tahu sendiri, kamu masih membela ayah gilamu itu!"

"Mada!" bentak Rapunzel marah.

"Heh, dengar ini!" tekan Mada di seberang.
"Faktanya Ayahmu selama ini sering bersenang-senang dengan membunuh orang!"

"Bohong! Apa buktinya?"

"Aku menyaksikan kematian Ayah kandungku yang dimutilasi oleh Ayahmu!" ungkap Mada yang langsung membuat tubuh Rapunzel membeku.

"Sialan! Aku jadi harus ingat kejadian itu lagi ...." Suara Mada terdengar berat.

"Jangan mengarang cerita, Mada ...." Rapunzel masih tidak mau percaya. Mutilasi? Bukankah itu artinya memotong tubuh jadi beberapa bagian? Ayahnya tidak mungkin sekejam itu.

"Mengarang cerita? Apa kamu pernah dengar cerita Ayahmu yang harusnya menikah dengan ibuku? Lalu kemudian ayahmu merelakan ibuku yang menikah dengan pria lain?" Mada berusaha mengingatkan.

"Iya, ceritanya harusnya seperti itu!"

"Tidak, Rapunzel!" kilah Mada.

"Cerita yang sebenarnya, ayahmu menyerahkan .... ugh! Sialan!" Suara Mada tercekat.

"Menyerahkan apa?" tanya Rapunzel.

"Ayahmu menyerahkan kepala ayahku ke hadapan mendiang kakekku!" ungkap Mada lagi.
"Ugh, aku benar-benar benci dunia ini!" rutuk Mada.

Sontak tubuh Rapunzel membatu. Kepala? Bagaimana bisa sang Ayah menyerahkan kepala orang lain layaknya menyerahkan sebuah barang?

"Ah, sudahlah. Aku menelponmu bukan untuk mengingat kenangan masa lalu, tetapi aku mau mengatakan, Saras aman bersamaku. Dia ada di kediamanku. Ayahmu atau Molimo tidak akan bisa menjangkaunya, tetapi aku mendapat informasi dari informanku di Mansionmu bahwa Satria ada di sana."

Seketika Rapunzel mengerjapkan mata.
"A-apa? Satria ada di Mansionku? Tapi di mana?" tanya Rapunzel.

"Sesuai pernyataanmu, jika Ayahmu memang mau membunuhnya, maka seharusnya dia ada di rumah terakhir," ucap Mada.

"R-rumah terkahir? Apa itu? Selama 19 tahun tinggal di sini, aku tidak pernah tahu ada tempat yang namanya rumah terakhir," ujar Rapunzel.

Mada terkekeh.
"Tentu saja Fernando tidak akan menunjukkan sisi gelapnya pada Pelita Hidupnya," ujar Mada.

Namun, sorot mata Rapunzel berubah jadi tajam.
"Mada, cepat katakan! Di mana letak rumah terkahir itu!"

"Dengarkan ini baik-baik. Sebelum aku datang, jika bisa, selamatkanlah Satria, sekalipun dia sudah menjadi mayat!"

Bawa Aku Bersamamu (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang