29. Dunia Luar yang Menyeramkan

275 10 0
                                    

Seekor burung dalam sangkar selalu bercit-cita ingin keluar dari sangkarnya dan menghirup kehidupan yang bebas.
Sayang, mereka yang terbiasa hidup dalam sangkar, selalu menemukan ajal saat mendapati "kebebasan".

🌹🌹🌹

Jangan lupa follow Mamauzda dan vote+komenya ya guys.

🌹🌹🌹

Happy Reading

🌹🌹🌹

"Saras, kenapa kita harus belanja di tempat begini, sih? Kalau kamu mau daster, aku bisa beliin daster paling mahal sedunia! Kita bisa pesan ke desainer terkemuka dunia yang aku kenal. Ngapain kamu belanja di tempat penuh manusia begini. Ugh, mana panas, lagi!" gerutu pria berambut hitam legam yang kini berdiri di belakang gadis berkepang dua yang tengah sibuk memilih baju.

"Saras!" Pria itu mulai merajuk karena tak digubris. Sang gadis berkepang dua pun berhenti memilih baju seraya menoleh ke arah pria yang sejak tadi mengungkap protesnya.

"Mada! Bukannya kamu janji, mau temenin aku belanja? Bukannya kamu sendiri yang suruh aku pilih tempatnya? Kata kamu, kamu tinggal ikut dan bayarin!" tagih gadis berkepang dua itu alias Saras kemudian kembali memilih baju.

Pria yang disebut Mada itu mencebik. Mau bagaimanapun, dia tidak terbiasa berada di tempat ramai. Terakhir ia merasakan hiruk pikuk pasar adalah saat berusia lima tahun —saat dia terakhir pergi ke pasar bersama mendiang ibunya. Dia yang tak digubris akhirnya mengeluarkan sebuah kartu hitam dari dompetnya dan menyerahkan pada gadis berkepang dua itu.

"Sayang, ini untuk bayar baju kamu. Kamu tahu password nya, 'kan? Masih sama," ujarnya.

Saras berhenti sesaat kemudian melempar senyum manisnya pada pria berkepala tiga itu dan menerima kartu hitam tersebut.

"Kalau gitu, aku mau cari minuman. Nanti kalau udah selesai, telepon aku! Oke?" titah Mada.

Saras pun berhenti sejenak dari kegiatannya.
"Siap, bosku!" guraunya sambil mel3mpar senyum super manis yang membuat Mada tersenyum kemudian membelai sebentar kepala gadis menggemaskan di hadapannya.

"Ya ampun, kalau kamu semanis ini, gimana caranya aku mau marah?" batin Mada yang mulai menggila. Kekesalannya barusan seolah sirna oleh senyum manis Saras.

Pria itu kemudian berjalan melewati kerumunan. Seingatnya banyak kedai makanan di bagian luar pasar ini. Mungkin ia bisa beli minuman dingin dan menikmati waktu kesendiriannya sejenak.

"MADA FERRARA!"

Tiba-tiba, ia mendengar seseorang menyebut nama lengkapnya. Mada langsung berbalik dan mencari asal suara. Itu suara perempuan! Namun, harusnya satu-satunya perempuan di pasar ini yang tahu nama lengkapnya hanyalah Saras—sang kekasih. Namun, suara yang Mada dengar, bukanlah suara Saras. Lantas, siapa?

"MADA FERRARA!"

Lagi, suara yang sama memanggil namanya. Namun, dia tidak bisa menemukan sosok yang ia kenal di antara kerumunan manusia.

"Haduh, apa Saras butuh bantuanku?" Mada malah memegang dada kirinya. Ia bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.

"Apa ini yang disebut telepati?" gumamnya.

Dia kembali memandang jalan menuju tempat Saras berbelanja.
"Pasti, Saras kesulitan di sana!" duga Mada.

"Ugh! Pria macam apa yang membiarkan wanitanya kesulitan sendirian? Tunggu aku belahan jiwaku! Aku akan membantumu membawa tas belanjamu!" Alhasil Mada kembali ke tempat Saras berbelanja.

Bawa Aku Bersamamu (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang