42. Tidak Perlu Dikhawatirkan

127 6 1
                                    

Aku selalu ingin melihatmu setiap saat
Aku selalu menanti kepulanganmu
Hingga aku tak sabar begitu datang ke tenpat yang sering kamu kunjungi
Sayangnya, kamu tetap tidak ada

🌹🌹🌹

Jangan lupa follow Mamauzda dan vote+komenya ya guys.

🌹🌹🌹

Happy Reading

🌹🌹🌹

Rapunzel memandang keluar jendela minibus sembari mendengar para ibu-ibu berkaraoke. Mareka baru saja pulang dari destinasi wisata museum dan sekarang sedang berjalan ke taman sebuah universitas yang dibuka untuk umum karena pemandangannya yang indah.

"Yeay, udah sampai!" seru ibu-ibu girang tepat setelah Cahyo memarkirkan mobil. Parkiran untuk mobil juga sengaja ditempatkan dekat dengan taman yang tengah-tengahnya ada air mancur menari. Di sana juga ada beberapa bangku dan meja permanen yang dipenuhi oleh para mahasiswa.

"Neng Ucel! Ayo!" ajak Mak Ros. Rapunzel langsung mengangguk dan ikut turun dari mini bus. Mereka semua langsung pergi ke air mancur. Sontak mata Rapunzel membulat. Di puncak air mancur itu ada koin raksasa dengan lambang universitas. Namun, lambang universitas itu terasa tidak asing.

"Cahyo, fotoin Mak sama ibu-ibu yang lain!" pinta Mak Ros. Cahyo yang baru sampai setelah mengunci mini bus sewaan mereka hanya mengangguk, tetapi atensi beralih pada Rapunzel yang masih ternganga memandang lambang universitas di puncak air mancur itu.

"Ucel!" tegus Cahyo yang memecahkan lamunan Rapunzel. Gadis berambut pirang itu menoleh.

"Eh, iya Cahyo. Kenapa?"

Cahyo hanya melempar senyum hangatnya dan menunjuk ibu-ibu yang sedang berdebat tentang pose mereka di depan air mancur.

"Gabung sana. Biar saya yang fotoin," ujar Cahyo.

Rapunzel memandang tetangganya itu kemudian mengangguk sambil tersenyum. Cahyo memotret mereka beberapa kali. Setelah puas, para ibu-ibu memeriksa foto mereka.

"Wah, jago juga Mas Cahyo ambil fotonya. Nanti kirimin ke kita, ya!" seru ibu berkonde.

"Siap, Bu," ujar Cahyo. Ibu-ibu pun langsung mencari spot foto sendiri-sendiri. Sementara Rapunzel yang dari tadi diam saja, mendekat pada Cahyo.

"Cahyo. Nanti kirimin juga ke Mas Satria. Soalnya Ucel gak punya hape," sahut Rapunzel.

"Iya. Uhm, tapi nomornya Satria berapa?" tanya Cahyo.

Rapunzel malah tersenyum memaksa.
"Na-nanti Ucel tanyain," ujarnya. Jika diingat-ingat, dia tidak pernah tahu nomor ponsel Satria. Itu karena selama ini mereka selalu berkomunikasi langsung.

"Oke. Saya tunggu, ya," ujar Cahyo ramah.

Rapunzel mengangguk sambil tersenyum kemudian pergi mendekati Mak Ros. Seketika wajah ramah Cahyo berubah jadi muka serius. Matanya kini fokus pada layar ponselnya. Dia mengirim foto barusan pada kontak Bulan Kehidupan.

Cahyo
Nona Rapunzel ada di luar. Ini saatnya kita membawa dia kembali ke rumah.

Cahyo hendak menunggu balasan pesan tersebut, tetapi belum lama dia mengirim, balasannya sudah datang. Cahyo buru-buru membuka pesan tersebut.

Bulan Kehidupan
Rencana berubah. Tuan Fernando juga menginginkan pria berengsek itu.

Bulan Kehidupan
Aku akan mengirim voice note untuk rencananya!

Cahyo menelan salivanya seraya memandang Rapunzel diam-diam.
"Untuk apa, Tuan Fernando menginginkan Satria?" gumamnya.

Tanpa terasa waktu telah berlalu dan menjelang sore. Mereka semua akhirnya memutuskan untuk pulang. Para ibu-ibu dan anak-anak mereka hendak berjalan menuju parkiran mobil. Rapunzel pun juga berada dalam rombongan. Namun, tiba-tiba dia menghentikan langkahnya.

"Ucel ingat!" serunya yang mrmbuat semua orang berhenti.

"Ingat apa, Neng Ucel?" tanya Mak Ros.

"Ini kampusnya Satria! Iya! Satria kuliah di sini!" seru Rapunzel.

"Kamu yakin?" tanya Mak Ros.

Rapunzel mengangguk dengan mantap.
"Iya, itu buktinya!" Dia menunjuk lambang universitas di puncak air mancur.

"Itu adalah lambang kampus Satria!" ujar Rapunzel. Sekarang dia ingat bahwa lambang itu dia lihat di almamater Satria saat memilih baju sebelum berangkat.

"Terus?" tanya Mak Ros.

"Ucel mau nemuin Satria. Nanti Ucel pulangnya sama Satria aja. Kalian duluan aja," cetus Rapunzel.

"Kamu yakin?" tanya Cahyo.

Sekali lagi Rapunzel mengangguk dengan mantap.
"Kalau begitu, daah!" Rapunzel langsung berlari ke arah berbeda dari mereka.

"Mak, Ucel bakalan baik-baik aja?" Cahyo agak khawatir.

"Iya, lagian dia mau nemuin suaminya. Udah, yuk, kita pulang," ajak Mak Ros.

Cahyo pun hanya bisa mengikuti kata ibunya. Namun diam-diam dia mengirim pesan pada Bulan Kehidupan.

🌹🌹🌹

"Terus, jadi maksud Mak Ros, istri saya ada di kampus saya sekarang?" Suara Satria meninggi.

Mak Ros mengangguk dengan agak ragu.
"Y-ya, begitu adanya. E-emangnya, Mas Satria gak ketemu Neng Ucel?" tanya Mak Ros gemetar.

Satria langsung menjambak rambutnya.
"Ya, enggaklah, Mak!" ucapnya lantang. "Hari ini Satria gak ada jadwal ke kampus!" Dada Satria makin terasa gusar.

Sontak Mak Ros membeku. Sejujurnya, wanita paruh baya itu jadi agak merasa bersalah. Pasalnya, dia yang mengatakan bahwa Rapunzel akan baik-baik saja jika ditinggal.
"Y-ya ... coba ke sana, Mas. S-siapa tahu, Neng Ucel masih ada." Suara Mak Ros terdengar semakin gemetaran.

"Ah, sial!" umpat Satria.
"Awas, aja! Kalau istri saya kenapa-napa, kalian semua tanggung jawab!" ancam Satria yang langsung pergi dan menaiki motor bebeknya yang terparkir. Tanpa babibu, dia langsung menyalakan mesin motornya dan melaju kencang.

Tanpa mereka sadari, Cahyo memperhatikan percakapan ibu dan tetangganya itu.
"Dasar pria berengsek yang tidak becus!" tukas Cahyo.


Bawa Aku Bersamamu (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang