11 | Short, concise, and insane

449 32 0
                                    

Happy reading✓
Tandai typo
_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠__⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_

Seorang pria memijat pangkal hidungnya pening. Mejanya sudah penuh dengan setumpuk berkas yang tadi ia buka bulak-balik. Pena di tangannya sudah siap sedia mencatat pekerjaan yang tak kunjung selesai dari tadi. Apalagi jika bukan mencari orang.

Budeg, bisu dan sedikit tolol.

"Selanjutnya!"

Seorang wanita dengan pakaian office girl masuk. Ia duduk lalu tanpa basa-basi di interview langsung oleh pria itu. Beberapa menit kemudian, pria itu tampak jengkel. Ia menyandarkan punggungnya lelah.

"Kau yang terakhir?" tanya Arlo.

"Iya, Sir. John. Namun, ada satu office girl yang belum di interview. Dia sedang membersihkan dinding kaca luar gedung, Sir."

"Sendirian?" Wanita itu tak menjawab.

"Seorang wanita membersihkan luar gedung sendirian tanpa pengawasan. Kemana para pria?" tanya Arlo kaget.

Wanita itu menunduk ketakutan. Ia bukan tak tahu, jika Kathleen di perlakukan tidak adil oleh rekan kerjanya. Dia hanya menutup mulut agar tidak terseret ke dalam masalah itu. Bahkan rekan kerjanya sengaja tidak memberitahu Kathleen agar tidak bisa interview dan berkesempatan untuk membersihkan ruangan CEO. Yang terbilang pekerjaan cukup mudah, katanya.

"Baik, titah wanita itu turun lalu menghadap kepadaku!"

Wanita mengangguk. Ia berdiri lalu berpamitan sopan. Tak lama kemudian, pintu di ketuk. Arlo pun mempersilahkan duduk. Kesan pertama yang dilihat dari penampilannya adalah ... buruk.

Wanita ini berantakan, raut wajahnya acuh dan berkulit gelap. Meski begitu jalannya tampak anggun. Tidak menunduk, feminim atau maskulin tapi ia terlihat percaya diri dan sedikit angkuh. Kathleen duduk dengan tenang.

"Kau tadi membersihkan dinding kaca luar gedung?"

"Ya." Jawaban singkat. Bagus, batin Arlo.

"Kau tahu itu pekerjaan office boy di perusahaan ini?"

"Ya." Terlalu singkat dan tampak menjengkelkan seperti Dax. Berarti Arlo harus menambah kosa katanya.

"Kenapa kau masih melakukannya? Kau tidak menyerahkan pekerjaan itu pada pria? Atau kau tak memberikan protes untuk pekerjaanmu?"

Tatapan Kathleen tampak datar. "Kau memberikan pertanyaan yang mana?"

Bang!

Rahang Arlo jatuh tak percaya. Benar-benar menjengkelkan seperti tuannya. Jika disatukan bisa menjadi kesatuan super duper menyebalkan. Terlebih Arlo sudah lelah menanyai puluhan orang sebelumnya.

"Lupakan! Siapa namamu?"

"Katharine Azella."

"Tempat tinggalmu?"

"Kost murah."

Arlo menyugar rambutnya terlampau emosi. Beberapa kali ia keluarkan nafas menjengkelkan dari mulutnya. Bukannya tak tahu, Kathleen mendapat sedikit kabar angin dari office girl yang bergosip. Tentang CEO yang meminta seseorang yang khusus membersihkan ruangannya. Siapapun akan tergiur, hanya membersihkan ruang CEO terbilang enteng dan bonusnya bisa melihat wajah tampan sang bos.

Kathleen sempat tergiur juga. Mengingat dia diperlakukan tidak adil. Namun rasanya ia tidak tahan jika terus menerus bersitegang dengan dendam kesumat yang ia miliki untuk psikopat mesum itu. Dia akan terbakar melihat Dax duduk di kursi kebesarannya sementara Kathleen mengepel lantai yang diinjaknya. Sumpah, Kathleen takut jika terang-terangan melenyapkannya. Jadi lebih baik dia mencari jalan aman. Kathleen juga belum mematangkan rencananya.

Abstract Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang